Prospek ekonomi global berpotensi memengaruhi ekonomi Indonesia. Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa guncangan ekonomi global diproyeksi akan berlanjut di tahun depan, bahkan lembaga-lembaga internasional memprediksi bakal terjadinya resesi global di 2023. Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo pun mengatakan bahwa dunia menghadapi lima risiko yang dapat memunculkan gejolak ekonomi, baik pada sisa tahun ini dan tahun depan. Adapun lima hal ini sebenarnya telah terjadi di kancah perekonomian global, bahkan beberapa di antaranya memengaruhi perekonomian Indonesia.
Risiko pertama yang tampak adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi. Selain perlambatan ekonomi, dia juga melihat ada risiko-risiko sejumlah negara jatuh ke jurang resesi. Risiko terburuk, ekonomi dunia bisa tumbuh 2% pada tahun ini. Risiko kedua adalah inflasi tinggi atau high inflation. Inflasi global tahun ini diperkirakan mencapai 9,2%. Inflasi di AS bahkan mendekati 8,8%, Eropa 10%, dan di Inggris kemarin mendekati 11%.
Risiko ketiga, yaitu higher interest for longer period of time atau suku bunga yang tinggi dan akan berlangsung lama. Risiko keempat adalah fenomena strong Dollar. Indeks Dolar bahkan sempat mencapai 114, rekor tertingginya. Kondisi ini dirasakan oleh semua negara, tidak terkecuali Indonesia. Risiko kelima adalah cash is the king. Investor global akibat risiko portofolio naik, mereka memilih menumpuk uangnya di instrumen yang likuid, baik cash dan near cash. Lagi-lagi, kondisi ini terjadi di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Dari kelima risiko di atas, Perry Warjiyo menegaskan bahwa saat ini Indonesia menghadapi risiko reflasi (Resesi dan Inflasi). Reflasi merupakan keadaan di mana ekonomi masih tumbuh, namun dibarengi tingkat inflasi yang tinggi. Inflasi dapat menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat, apalagi jika terjadi secara berkala. Kenaikan harga karena inflasi dapat menyulitkan masyarakat, terutama bagi masyarakat yang memiliki penghasilan rendah. Kondisi itu akan berdampak kepada kesempatan kerja menurun dan memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional. Imbasnya pada pelemahan nilai tukar Rupiah, tingkat pengangguran meningkat, angka kemiskinan meningkat, dan target Indonesia menjadi negara berpenghasilan menengah atas akan sulit dicapai.
Salah satu faktor penting dalam menentukan tingkat kemakmuran suatu masyarakat adalah tingkat pendapatan. Pendapatan masyarakat akan mencapai maksimum jika tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dapat diwujudkan. Menganggur akan menurunkan pertumbuhan ekonomi dan menggantungkan hidupnya pada orang-orang yang berproduktif sehingga menjadikan angka ketergantungan meningkat dan merosotnya pendapatan per kapita.
Perlambatan ekonomi dan lonjakan inflasi di negara tujuan ekspor mengakibatkan penundaan dan pembatalan ekspor beberapa produk khususnya tekstil dan alas kaki. Situasi ini akan berdampak pada PHK karyawan. Indonesia harus berupaya menyikapi dampak perlambatan ekonomi negara tujuan ekspor ini dengan memanfaatkan bonus demografi, baik sebagai produsen maupun sebagai pasar potensial yang digarap oleh produsen dalam negeri.
Bonus demografi adalah kondisi di mana jumlah penduduk usia produktif yang lebih tinggi dibanding penduduk usia non-produktif. Bonus demografi akan menjadi potensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang merupakan instrumen penting dalam mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya, bonus demografi dapat menciptakan kondisi yang buruk jika tidak dikelola dengan baik. Melimpahnya penduduk usia kerja yang tidak memiliki keahlian dan keterampilan dapat meningkatkan permasalahan sosial, seperti meningkatnya kriminalitas, kemiskinan, dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Kondisi yang diharapkan adalah pertumbuhan ekonomi yang cepat yang diiringi dengan peningkatan distribusi pendapatan akan memberikan peluang dalam upaya mengurangi kemiskinan dengan memaksimalkan potensi sumber daya manusianya untuk mengolah potensi yang ada. Pertumbuhan ekonomi yang dilakukan oleh sekelompok kecil orang kaya, maka peningkatan hasil tersebut kemungkinan besar hanya akan menguntungkan kelompok tersebut, kemajuan upaya menanggulangi kemiskinan akan bergerak lamban, dan ketimpangan akan semakin memburuk. Apabila pertumbuhan itu dihasilkan oleh orang banyak, maka mereka pulalah yang akan merasakan hasilnya dan buah pertumbuhan ekonomi akan terbagi lebih merata.
Kesenjangan merupakan salah satu persoalan dalam paradigma pembangunan ekonomi di berbagai negara berkembang, khususnya Indonesia. Munculnya kesenjangan ekonomi akan menimbulkan banyak masalah sosial, seperti meningkatnya jumlah penduduk miskin dan pengangguran, tindak kejahatan meningkat, kualitas pendidikan menurun, serta kemampuan daya beli masyarakat menurun. Kemiskinan adalah keadaan di mana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar (konsumsi), seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Dengan demikian, kemiskinan didasarkan dengan membandingkan tingkat pendapatan seseorang/keluarga dengan tingkat pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum.
Melihat kondisi tersebut, diperlukan kebijakan ekonomi baru sebagai dasar untuk bangkit dan membangun tata perekonomian baru dalam menghadapi risiko dampak ekonomi global. Perekonomian yang mengacu pada integrasi tiga kebijakan, yaitu ekonomi inklusif yang disertai dengan inklusi sosial (social inclusion) dan inklusi keuangan (financial inclusion). Ketiga kebijakan tersebut tidak dapat berjalan secara parsial (sendiri-sendiri). Kebijakan tersebut harus menjadi kebijakan yang terintegrasi (berjalan bersama).
Selaras dengan hal tersebut, Kementerian PPN/Bappenas mengajak pemangku kepentingan untuk menyusun kembali strategi dalam rangka reindustrialisasi, menempatkan industri dalam peta Indonesia, makro Indonesia, untuk percepatan pembangunan dan untuk kesejahteraan. Pembangunan partisipatif yang melibatkan lebih banyak masyarakat dan kemudahan mengakses keuangan akan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan pembangunan ekonomi inklusif yang disertai sosial inklusif akan memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada semua lapisan masyarakat sebagai pelaku ekonomi yang akan mempengaruhi pertumbuban ekonomi secara nyata, mengurangi kesenjangan sosial, menyerap tenaga kerja, dan mengentaskan kemiskinan. Pemberdayaaan masyarakat merupakan salah satu startegi dalam mewujudkan pembangunan partisipatif sebagai perwujudan integrasi kebijakan ekonomi inklusif, inklusi sosial, dan keuangan inklusif.
Peluang usaha baru akan tercipta dan makin efektif apabila mengacu pada pengembangan potensi lokal. Industrialisasi berbasis unggulan lokal akan membuka peluang usaha dan menyerap angkatan kerja bagi masyarakat sekitar. Dalam hal ini, diperlukan keahlian sumber daya manusia lokal yang kompeten dan berintegritas serta aplikasi teknologi yang adaptif.
Selanjutnya, diperlukan kebijakan keuangan inklusif untuk memberikan akses keuangan bagi masyarakat, khusunya pelaku usaha. Keuangan inklusif didefinisikan kondisi ketika setiap anggota masyarakat mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas secara tepat waktu, lancar, dan aman dengan biaya terjangkau sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Salah satu solusi untuk mengatasi persoalan kemiskinan dan kesenjangan adalah dengan mengoptimalkan dana sosial Islam. Sistem ekonomi Islam memiliki prinsip dasar melarang umatnya untuk menumpuk kekayaan dan memiliki instrumen distribusi kekayaan secara luas. Islam mencegah kekayaan menumpuk pada kelompok kecil tertentu dan menganjurkan disribusi kekayaan kepada semua lapisan masyarakat. Distribusi kekayaan ini diatur dalam perintah menunaikan zakat, infak, sedekah, dan wakaf bagi umat Islam.
Kewajiban zakat dikenakan pada harta yang sudah mencapai nisab dan haul, pun zakat juga menghendaki harta itu produktif bukan idle. Secara definisi, zakat artinya tumbuh. Adapun secara praktik, pembayaran dan distribusi zakat merupakan praktik distribusi pendapatan. Artinya dari penggabungan definisi dan praktik, pengelolaan zakat yang baik akan mendorong terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan distribusi pendapatan.
Pendayagunaan zakat yang berfungsi untuk mengatasi masalah kemiskinan tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, pasal 3, bahwa pengelolaan zakat bertujuan untuk:
a. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan
b. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Pendistribusian zakat bertujuan untuk membantu keluarga miskin atau mencukupi kebutuhan dasar fakir miskin sebagai pihak yang berhak menerima zakat (mustahik). Ibnu Hazim dalam kitab Al-Muhala berpandangan bahwa kebutuhan penting bagi fakir miskin yang harus dicukupi setidaknya meliputi tiga sektor, yaitu:
1. Pangan yang cukup, sebagai kebutuhan pokok jasmani guna menunjang hidup kuat dan sehat.
2. Sandang yang memadai, sebagai penutup aurat dan memelihara badan dari kedinginan dan kepanasan.
3. Perumahan yang layak, sebagi pelindung dari teriknya matahari, terpaan angin, dan derasnya hujan. Rumah layak juga tempat berkumpul dan membangun rumah tangga yang harmonis, sakinah, mawaddah, warrohmah.
Membantu orang miskin tidak identik dengan pengentasakan kemiskinan. Untuk mengatasi kemiskinan diperlukan program yang komperhensif, terukur, dan berkelanjutan, bukan sebatas program yang parsial dan bersifat karitatif (habis pakai). Program pengentasan kemiskinan harus dirancang agar keluarga miskin memiliki kemampuan yang cukup dan dapat mengakses faktor produksi sehingga mereka dapat produktif dan memperoleh penghasilan untuk mencukupi kebutuhannya.
Program pendayagunaan zakat, infak, sedekah (dana sosial Islam) dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan hendaknya mampu meningkatkan pengetahuan, wawasan, dan keterampilan masyarakat miskin (mustahik) kemudian membuka akses agar mereka mampu mengambil kesempatan untuk berusaha. Ketika mustahik sudah mampu berusaha dan terlibat dalam kegiatan perkonomian, maka zakat telah berperan dalam mewujudkan ekonomi yang inklusif.
Program pendayagunaan dana zakat ini tercantum dalam UU No. 23 Tahun 2011 pasal 27 tentang pendayagunaan zakat, yaitu:
a. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat.
b. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
c. Ketentuan lebih lanjut tentang pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri.
Dalam mencapai tujuannya, pendayagunan dana sosial Islam untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penganggulangan kemiskinan dilakukan dalam rangkaian program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. Pengembangan masyarakat adalah usaha-usaha untuk menyadarkan dan menanamkan pengertian kepada masyarakat agar tumbuh inisiatif untuk menggunakan dengan lebih baik semua kemampuan yang dimiliki, baik dari dalam diri maupun lingkungannya, demi mencapai kesejahteraan yang lebih baik.
Pengembangan masyarakat pada hakikatnya adalah membuka ruang inisiatif seluas-luasnya kepada masyarakat untuk dapat mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki demi tercapainya taraf hidup yang lebih baik. Dengan demikian, program pemberdayaan masyarakat juga berperan dalam pengembangan sektor unggulan wilayah untuk meningkatkan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut sehingga diharapkan pelambatan pertumbuhan ekonomi (resesi) dan inflasi akan dapat tertangani dengan baik.**
Mau zakat, infak, dan sedekah? Cukup klik link di bawah ini...
Link zakat, infak, dan sedekah
Penulis: Sigit Iko Sugondo
Tags:
berbagi
zakat
keadilan
persis
amal
ibadah