Abdullah bin Ummi Maktum, Mujahid Buta Pemegang Bendera Islam


Penulis: Rani Nurul Hudayanti
23 Jan 2024
Bagikan:
By: Rani Nurul Hudayanti
23 Jan 2024
599 kali dilihat

Bagikan:

Saat itu, Rasulullah saw. tengah berhadapan dan berdialog dengan para pembesar Quraisy. Beliau sangat berharap para tokoh tersebut bisa mendapat hidayah Islam sehingga bisa mengajak kaumnya untuk turut masuk Islam.

Saat pembicaraan menghangat, tiba-tiba muncullah seorang buta dan menyeru, “Muhammad, Muhammad, ajarkanlah padaku apa yang telah Allah ajarkan kepadamu.”

Ada rona ketidaksukaan pada wajah beliau. Beliau pun berpaling dari lelaki buta tersebut. Ya, kesempatan emas mendakwahi para pentolan Quraisy ini jangan sampai terganggu. Beliau pun terus berbicara dengan para tokoh tersebut.

Setelah selesai berbicara dengan para tokoh tersebut, beliau hendak untuk pulang ke rumah. Tetapi tiba-tiba ada sesuatu yang memberatkan kepala beliau. Ternyata turunlah enam belas ayat dari surat ‘Abasa.

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya…”. (Q.S. ‘Abasa [80]: 16)

Siapakah lelaki buta yang karenanya Rasulullah saw. langsung mendapat teguran dari langit? Ia tidak lain adalah Abdullah bin Qais, yang masih sepupu Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid. Ibunya, Atikah binti Abdullah lebih dikenal dengan sebutan Ummi Maktum, karena telah melahirkan anak yang buta sejak lahir. Maka Abdullah bin Qais lebih dikenal dengan sebutan Abdullah bin Ummi Maktum.

Kebutaan matanya ternyata tidak menghalanginya untuk menerima hidayah Islam. Bahkan hatinya melihat kebenaran dan bersemangat meraihnya sehingga beliau mendatangi Rasulullah saw. untuk mendapat pengajaran al-Qur’an. Sedangkan pentolan-pentolan Quraisy yang diharapkan masuk Islam, ternyata telah buta hatinya tidak bisa melihat kebenaran Islam. Makanya Allah memperingatkan Nabi-Nya untuk mengutamakan para pencari kebenaran meskipun dari kalangan orang biasa, dari pada tokoh-tokoh dari kaum yang tidak peduli dengan Islam.

Sejak peristiwa itu, Rasulullah saw. semakin memuliakan Abdullah bin Ummi Maktum, mendekatkan tempat duduknya dengan beliau, serta menanyakan tentang kebutuhannya dan memenuhinya.

Ketika penindasan Quraisy kepada kaum muslimin di Makkah semakin menjadi-jadi, Allah mengijinkan kaum muslimin untuk hijrah ke Madinah. Dan orang yang paling dahulu meninggalkan tanah airnya menuju bumi hijrah adalah Mush’ab bin Umair dan Abdullah bin Ummi Maktum. Sesampainya di Madinah, mereka berdua berpencar dan mulai mengajarkan al-Qur’an kepada penduduk Madinah.

Setelah Rasulullah saw. tiba di Madinah, Abdullah bin Ummi Maktum mendapat kehormatan bersama Bilal bin Rabbah untuk mengumandangkan panggilan shalat menyeru manusia menuju keberuntungan selama lima kali sehari semalam. Kebutaan matanya tidak menghalangi beliau untuk selalu melazimi shalat berjama’ah yang diperintahkan Rasul untuk selalu menghadirinya.

Kehormatan lain dari Rasulullah saw. kepada Abdullah bin Ummi Maktum adalah pernah beberapa kali ketika Rasulullah saw. keluar dari Madinah untuk menyerang musuh, maka kepemimpinan kota Madinah diserahkan kepada Abdullah bin Ummi Maktum.

Suatu ketika selepas perang Badar, turunlah ayat yang memuji mujahidin. Firman-Nya:

“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak terut berperang) dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah …”(Q.S. an-Nisa: 95)

Ketika itu, Rasulullah saw. memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk menuliskannya. Abdullah bin Ummu Maktum lantas bertanya kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulullah, lalu bagaimana halnya dengan orang yang tidak mampu berjihad?”

Tidak lama berselang dari pertanyaan tersebut, Rasulullah langsung mendapat wahyu yang melengkapi ayat tersebut sehingga menjadi:

“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak terut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. (QS. An-Nisa: 95)

Ayat tersebut menjadi hujjah bagi orang semisal Abdullah bin Ummi Maktum untuk tidak ikut berjihad karena udzur yang mereka miliki.

Namun, jiwa yang besar tidak rela kecuali untuk meraih pahala yang besar. Meskipun sudah mendapat keringanan dari Allah, tetapi Abdullah bin Ummi Maktum tidak tinggal diam. Justru sejak saat itu, beliau bertekad untuk mengikuti pertempuran melawan musuh-musuh Allah. Beliau berkata, “Tempatkanlah saya di antara dua barisan pasukan, berikan bendera kepada saya, maka saya akan membawanya untuk kalian dan akan menjaganya. Saya adalah lelaki buta yang tidak akan bisa lari dari medan tempur.” Sungguh, satu keberanian yang luar biasa. Tetapi memang begitulah para lelaki tempaan Rasulullah yang hatinya terpaut dengan akhirat sehingga tidak ada yang ditakutinya di dunia ini selain Allah dan siksa-Nya.

Abdullah bin Ummi Maktum berkata, “Tempatkanlah saya di antara dua barisan pasukan, berikan bendera kepada saya, maka saya akan membawanya untuk kalian dan akan menjaganya. Saya adalah lelaki buta yang tidak akan bisa lari dari medan tempur.

Sepeninggal Rasulullah, Abdullah bin Ummi Maktum tetap tegar dalam perjuangan Islam bersama kaum muslimin lainnya. Bahkan pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, beliau mengikuti ekspedisi jihad yang cukup menantang, yakni pergi ke tanah Persia dengan satu tekad, taklukkan negeri adidaya penyembah api tersebut.

Di bawah kepemimpinan panglima Sa’ad bin Abi Waqash, kaum muslimin pergi ke Qadisiyah untuk memberangus kekuatan durjana. Dan perang besar pun berkecamuk. Pertempuran antara pemegang panji tauhid dengan kaum musyrikin. Dan di tengah-tengah medan pertempuran, bendera kaum muslimin berkibar dengan teguh dipegang seorang lelaki yang tidak mungkin lari dari medan perang. Ya, tidak lain ialah Abdullah bin Ummi Maktum.

Setelah tiga hari pertempuran berjalan, akhirnya kemenangan diraih pasukan penegak tauhid. Salah satu negeri super power dunia pada masa itu, takluk kepada kaum muslimin setelah melalui perjuangan dan pertempuran dahsyat, dan tentunya melalui syahidnya ratusan mujahidin yang salah satunya adalah Abdullah bin Ummi Maktum. Abdullah bin Ummi Maktum didapati bersimbah darah dengan tetap memeluk bendera kaum muslimin.

Wahai Abdullah bin Ummi Maktum, selamat atas prestasimu meraih puncak ketinggian Islam. Berjihad dan mati syahid, padahal seandainya engkau tidak ikut berjihad dan diam di rumah, tidak ada yang mencelamu. Namun, bersihnya mata hati membuatmu mendapat puncak ketinggian Islam. Semoga kami dapat meniti jejak kebaikanmu. 

Wallahu A’lam.

Sumber: arrisalah.net

Yuk, manfaatkan berkah usia dengan menunaikan zakat, infak, dan sedekah dengan cara scan QR Code di bawah ini...

Atau klik link ini untuk berzakat, berinfak, dan bersedekah.

 

BACA JUGA :  Musibah, Teguran Untuk Siapa?

Penulis: Rani Nurul Hudayanti
Tags: abdullah ummi maktum artikel islam Tarikh Islam Sirah Sahabat Nabi

Berita Lainnya

Mitra LAZ Persatuan Islam
WhatsApp