Bisakah Kita Seperti Sahabat Rasul yang Satu Ini?


Penulis: Rani Nurul Hudayanti
23 Jan 2024
Bagikan:
By: Rani Nurul Hudayanti
23 Jan 2024
282 kali dilihat

Bagikan:

Dalam riwayat yang shahih, terceritakanlah kisah dari salah satu sahabat Rasulullah yang luar biasa sikapnya setelah masuk Islam. Sahabat Rasul tersebut meninggalkan kedudukan mulianya saat jahiliyah di Mekkah. Kemudian, ia memilih memegang teguh ketaatan dalam simpul Islam. Ia meyakini sepenuh hati bahwa kemuliaan di mata manusia, seperti harta dan tahta tidaklah sebanding dengan kemuliaan yang diberikan oleh Allah Swt. kelak di hari akhir. Ia pun memiliki prinsip lebih baik hina dalam pandangan manusia dari pada hina dalam pandangan Allah. 

Sahabat ini adalah seorang bangsawan dan putra dari pemimpin Quraisy di Mekkah yang kaya raya. Ia seorang keturunan dari Bani makhzum yang memiliki kedudukan tinggi di tatanan sosial bangsa Quraisy. Ayahnya adalah orang yang mendapat kepercayaan untuk mengganti kain penutup ka’bah pada waktu itu. Dan, suku inilah yang dipercaya untuk menjaga gudang senjata juga mempersiapkan peralatan perangnya ketika bangsa Quraisy akan berperang. 

Sungguh sebuah kedudukan yang mulia di mata bangsa Quraisy. Pada waktu itu, tidak ada cabang suku Quraisy lain yang bisa lebih dibanggakan, seperti bani Makhzum dan sahabat ini adalah generasi emas dari bani tersebut. Sejak kecil tidak pernah diminta untuk bekerja dan berdagang untuk memenuhi kebutuhannya sehingga beliau dengan leluasa dapat menyalurkan kesukaannya, yaitu tinju dan bergulat. Ia menyeburkan dirinya dalam seni berperang dan seni bela diri.   

Dengan kemampuan seperti itulah, ia tumbuh dan besar menjadi seorang yang terhormat, sangat pemberani, dan menjadi petarung ulung di kalangan kabilah Quraisy. Bahkan setelah memeluk Islam, beliau mendapatkan gelar “Sayf Allah Al-Maslul” (Pedang Allah yang terhunus). Saat perang Mu’tah di zaman Rasulullah, dengan takdir Allah, ia berhasil memimpin pasukan kaum muslimin mengalahkan pasukan Romawi yang jumlahnya lebih besar melalui strategi perang yang jitu. Ia adalah sahabat Khalid bin Walid r.a.

Pada masa kekhalifahan rasyidah yang kedua, ekspansi syiar Islam mulai melebar ke Negeri Syam. Pada masa penaklukan tanah di utara Madinah tersebut, ada kisah teladan yang luar biasa dari sahabat Rasulullah ini sehingga dapat menginspirasi kehidupan kita dalam bermasyarakat, lebih khususnya adalah taat kepada pemimpin. Kisah ini sekaligus menjadi bukti yang jelas atas kesimpangsiuran khabar yang serupa tentang sahabat ini, bahwa Amirul Mu’minin, Umar Ibn Khatab r.a. yang menjadi khalifah pada waktu itu tidaklah membenci beliau. 

Suatu ketika saat berlangsungnya ekspansi syiar Islam di Negeri Syam, terciumlah khabar berita yang kurang baik dari barisan pasukan kaum muslimin bahwa sahabat Rasulullah yang menjadi pemimpin pasukan ini telah berkhianat dalam hal pengelolaan harta rampasan perang. Kemudian, Khalifah Umar bin Khatab r.a. dari Madinah mengutus sahabat lainnya, yaitu Bilal bin Rabah r.a. untuk mengklarifikasi masalah. Tentu saja Khalifah Umar bin Khattab r.a. sangat memahami situasi serta memiliki alasan kuat mengapa sahabat Bilal r.a. yang diutus untuk menyelesaikan isu tersebut.

Berkatalah khalifah Umar r.a., “Wahai Bilal, pergilah ke pasukan kaum muslimin yang dipimpin Khalid bin Walid, lalu bacakan suratku ini pada Khalid, sementara kamu suruh Khalid tidur di tanah dan kamu letakkan telapak kakimu di pipinya”. Perintah ini menjadi ujian bagi sahabat Khalid bin Walid r.a. sekaligus juga bagi sahabat Bilal r.a. yang ditugaskan, mengingat status sosial mereka saat di Mekkah sebelumnya. Tetapi sahabat Bilal r.a. yakin Khalifah Umar r.a. tidak mungkin salah pilih dan tugas ini pun ia jalankan.

Sesampainya di kemah pasukan kaum muslimin, sahabat Bilal r.a. melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Amirul Mu’minin, tetapi mulai merasakan kecanggungan karena sedang berhadapan dengan Khalid. Kemudian, ia menyampaikan terlebih dahulu maksud dan tujuannya.

Wahai Khalid, saya mendapat perintah seperti ini, bagaimana pendapatmu? Aku harus memangilmu dengan suara keras dari luar kemah, aku menyuruhmu berbaring di atas tanah, kemudian aku akan meletakan telapak kakiku di pipimu, baru kemudian aku akan bacakan surat ini,” ucap Bilal r.a.

Tetapi Masya Allah, jawaban Sahabat Khalid r.a. sangatlah luar biasa dan penuh dengan keimanan. Beliau berkata, “Wahai Bilal, kita sudah masuk Islam. Lupakanlah masa jahiliyah, lakukanlah apa yang Amirul Mu’minin perintahkan.” Tanpa melihat status sosial di antara mereka, yang notabene sahabat Khalid r.a. sebelumnya adalah seorang bangsawan yang kaya raya dan seorang tuan di Mekkah sedangkan sahabat Bilal r.a. adalah bekas seorang budak, tidak menjadi keraguan sedikit pun baginya untuk taat kepada pimpinan, yakni Amirul Mu’minin, Umar r.a. yang juga sangat taat kepada Allah Swt.

Ia patuh, walaupun harus merendahkan harga dirinya di hadapan manusia atas dasar keimanan. (Ketika menuliskan kata-kata bagian ini, penulis pun merasakan merinding dan haru karena kefakiran ilmu dan tingkat kesalehan yang sangat jauh berbeda dengan para sahabat Rasulullah Radiyallahumma Ajma’in, seperti tidak akan mampu melakukan hal yang sama seperti beliau).

Karena sudah dipersilahkan, sahabat Bilal r.a. kemudian keluar dari kemah lalu berteriak dengan kencang memanggil, selanjutnya meminta beliau meletakkan pipinya di tanah dan berikutnya akan meletakkan telapak kaki di pipi beliau. Pada saat ini terjadi banyak pasukan kaum muslimin yang melihat kejadian, dan tentu saja mereka yang berasal dari bangsa Quraisy terkejut melihatnya karena mereka mengetahui posisi sosial kedua sahabat ini sebelumnya. Ia pun berkata, “Lakukanlah hai Bilal! Janganlah ragu dan tidak boleh juga ada yang marah kepada Bilal.” Sekejap semua terdiam dan sahabat Bilal r.a. pun mulai meletakan telapak kakinya di pipi beliau lalu membacakan surat dari Amirul Mu’minin.

Ini adalah surat Amirul Mu’minin kepada pimpinan perang Khalid bin Walid. Telah sampai berita kepadaku bahwasanya kau telah berkhianat dalam masalah ghanimah. Kalau benar, maka beristighfarlah kau kepada Allah dan aku akan lengserkan kau dari jabatanmu. Kalau tidak benar, maka katakanlah tidak benar sementara Bilal masih menginjak pipimu dan aku akan tetap mencopot kau dari kepemimpinan. Kau tetap ikut berperang tetapi tidak sebagai pemimpin, agar tidak ada fitnah di tengah-tengah kaum muslimin.” Sahabat Bilal r.a. membacakan isi surat tersebut.

Dalam kondisi pipi masih terinjak, ia berkata, “Tidak benar!” Dan informasi ini pun selanjutnya disampaikan kepada Amirul Mu’minin. Akhirnya, masalah inipun selesai. Namun, ia tetap dicopot dari jabatannya sebagai pemimpin pasukan perang kaum muslimin.

Dalam kisah ini, Amirul Mu’minin, Umar bin Khatab r.a. sedang mengajarkan kepada kita semua, bahwa tidak ada pengkultusan dalam Islam. Tidak boleh ada penghormatan yang berlebihan kepada sesama manusia bagi umat Islam, apapun status sosialnya di dunia ini. Tidak ada yang perlu dibanggakan karena Allah hanya akan melihat seberapa berimankah kita. Dan sahabat Khalid bin Walid r.a. serta Bilal bin rabah r.a. pun mengajarkan kepada kita bahwa taat kepada pemimpin umat adalah sebuah keharusan bagi umat Islam walaupun pahit dan getir rasanya, walaupun harus dianggap rendah oleh manusia, walaupun itu keluar dari akal kita, walaupun nyawa taruhannya (pasti penulis pun merasa sangat berat melaksanakannya).

Syaikh Mahmud Al-Mishri dalam bukunya, Sahabat-Sahabat Rasulullah Saw. menukil sebuah cerita yang itu tercatat dalam Tarikh At-Thabari, bahwa Khalifah Umar Bin Khatab r.a. pernah berkata, “Sesungguhnya aku tidak mencopot Khalid bin Walid karena pengkhianatan atau kemarahan, tetapi orang-orang telah terfitnah olehnya. Aku khawatir, orang-orang akan disandarkan kepadanya (karena menganggap Khalid bin Walid yang menjadi penyebab menangnya perang dan paling berjasa dalam misi ekspansi Islam sehingga umat Islam tidak lagi bergantung kepada Allah Swt). Maka, aku copot karena itu”.

Ini bukti yang shahih tentang kisah di atas, bahwa Amirul Mu’minin, Umar bin Khatab r.a. yang menjadi khalifah pada waktu itu tidaklah membenci sahabat Khalid bin Walid r.a.

Dan semoga kita semua dapat memetik hikmah dari kisah yang luar biasa penuh keteladanan ini.

 

Sumber Artikel: https://pemudapersisjabar.org/

Sumber Photo: pinterest

 

BACA JUGA :  Abdullah bin Ummi Maktum, Mujahid Buta Pemegang Bendera Islam

Yuk, manfaatkan berkah usia dengan menunaikan zakat, infak, dan sedekah dengan cara scan QR Code di bawah ini...

Atau klik link ini untuk berzakat, berinfak, dan bersedekah.

 

Penulis: Rani Nurul Hudayanti
Tags: artikel islam Tarikh Islam Sirah Sahabat Nabi khalid bin walid

Berita Lainnya

Mitra LAZ Persatuan Islam
WhatsApp