Umat muslim yang mencintai Rosulullah pasti mempunyai keinginan untuk menjamu skaligus dikunjungi oleh baginda Nabi. Begitupun dengan seorang budak perempuan yang beranama Barirah.
Rasa cintanya amat mendalan kepada Nabi Muhammad SAW juga.
Perempuan miskin ini berharap sekali Rasulullah dapat berkunjung ke gubuknya.
Hanya saja belum ada keberanian untuk mengundang karena di rumah reyot itu memang tak tersedia apa-apa.
Suatu saat Barirah menerima makanan cukup mewah dari salah seorang sahabatnya. Makanan lezat semacam ini belum pernah ia nikmati seumur hidup.
Sebelum mencicipi, tiba-tiba batinnya melintaskan sesuatu: Selagi ada, sebaiknya makanan ini disuguhkan untuk orang istimewa yang selama ini ia rindukan, Rasulullah SAW.
Begitu diundang, Rasulullah pun datang bersama para sahabatnya. Sahabat Nabi yang menyaksikan hidangan enak dan mahal itu tiba-tiba berpikir, budak perempuan ini tak mungkin membelinya sendiri.
“Wahai Rasulullah bisa jadi ini makanan zakat atau sedekah. Sedangkan engkau tidak boleh memakan zakat dan sedekah. Jadi Engkau jangan memakannya, ya Rasulullah,” kata sahabat.
Kecintaan Barirah yang menggebu membuatnya lupa bahwa Rasulullah tak menerima zakat dan shadaqah.
Mendengar ucapan sahabat tersebut, hati Barirah seolah meledak. Perasaan takut, gelisah, malu, dan sedih kini merusak kegembiraannya.
Menyajikan hidangan yang diharamkan bagi Rasulullah adalah kesalahan fatal.
Dalam kondisi ini, Rasulullah menampilkan kemuliannya. Dengan lembut dan bijak beliau berucap,
“Makanan ini memang sedekah untuk Barirah, dan karenanya sudah menjadi milik Barirah.
Lalu Barirah menghadiahkannya kepadaku. Maka aku boleh memakannya.”
Kemudian Rasulullah SAW pun memakannya tanpa segan.
Umat muslim yang mencintai Rosulullah pasti mempunyai keinginan untuk menjamu skaligus dikunjungi oleh baginda Nabi. Begitupun dengan seorang budak perempuan yang beranama Barirah.
Rasa cintanya amat mendalan kepada Nabi Muhammad SAW juga.
Perempuan miskin ini berharap sekali Rasulullah dapat berkunjung ke gubuknya.
Hanya saja belum ada keberanian untuk mengundang karena di rumah reyot itu memang tak tersedia apa-apa.
Suatu saat Barirah menerima makanan cukup mewah dari salah seorang sahabatnya. Makanan lezat semacam ini belum pernah ia nikmati seumur hidup.
Sebelum mencicipi, tiba-tiba batinnya melintaskan sesuatu: Selagi ada, sebaiknya makanan ini disuguhkan untuk orang istimewa yang selama ini ia rindukan, Rasulullah SAW.
Begitu diundang, Rasulullah pun datang bersama para sahabatnya. Sahabat Nabi yang menyaksikan hidangan enak dan mahal itu tiba-tiba berpikir, budak perempuan ini tak mungkin membelinya sendiri.
“Wahai Rasulullah bisa jadi ini makanan zakat atau sedekah. Sedangkan engkau tidak boleh memakan zakat dan sedekah. Jadi Engkau jangan memakannya, ya Rasulullah,” kata sahabat.
Kecintaan Barirah yang menggebu membuatnya lupa bahwa Rasulullah tak menerima zakat dan shadaqah.
Mendengar ucapan sahabat tersebut, hati Barirah seolah meledak. Perasaan takut, gelisah, malu, dan sedih kini merusak kegembiraannya.
Menyajikan hidangan yang diharamkan bagi Rasulullah adalah kesalahan fatal.
Dalam kondisi ini, Rasulullah menampilkan kemuliannya. Dengan lembut dan bijak beliau berucap,
“Makanan ini memang sedekah untuk Barirah, dan karenanya sudah menjadi milik Barirah.
Lalu Barirah menghadiahkannya kepadaku. Maka aku boleh memakannya.”
Kemudian Rasulullah SAW pun memakannya tanpa segan.
sumber info: kisahmuslim
sumber foto: pixabay
Penulis: Cery Riksanegri
Tags:
sahabat
rosulullah
kisah