Oleh:
Dewan Hisab dan Rukyat PP PERSIS
Semua sepakat bahwa miqat zamaniy awal bulan hijriah ditandai dengan kemunculan hilal. Pada zaman Rasulullah Saw., bahkan sejak zaman pra Islam (masa Jahiliah), kemunculan hilal diketahui dengan melakukan rukyat, yaitu melihat langsung di lapangan apakah hilal (Bulan sabit muda) sudah muncul atau belum. Hal ini dilakukan mengingat Rasulullah Saw. dan para sahabat umumnya waktu itu masih ummi, belum bisa menulis dan menghitung posisi Bulan.
Pada perkembangan selanjutnya, ketika umat Islam sudah tidak lagi ummi, sudah bisa membaca dan menghitung posisi Bulan, maka lahirlah metode lain untuk mengetahui kemunculan hilal sebagai tanda masuknya awal bulan hijriah yaitu metode hisab.
Dengan demikian, secara garis besar, kini ada dua metode untuk menetapkan masuknya awal bulan hijriah. Pertama, Metode Rukyat. Kedua, Metode Hisab.
A. Metode Rukyat
Metode rukyat adalah metode menetapkan awal bulan hijriah dengan cara melihat langsung kemunculan hilal di ufuk Barat pada saat maghrib tanggal 29 bulan Hijriah. Bila hilal terlihat, maka mulai maghrib malam tersebut sudah masuk tanggal 1 bulan baru, namun bila hilal tidak terlihat, maka umur bulan yang sedang berlangsung di istikmal (digenapkan) 30 hari, dan tanggal 1 bulan barunya ditetapkan pada maghrib hari berikutnya.
Sebagai contoh, untuk penetapan Idul Fitri 1 Syawal 1444 H, pengguna metode rukyat seperti NU akan melakukan rukyat terlebih dahulu pada maghrib Kamis, 29 Ramadhan 1444 H/20 April 2023. Setelah dilakukan rukyat, maka tanggal 1 Syawal 1444 H baru bisa di-itsbat (ditetapkan). Bila saat rukyat hilal terlihat, maka 1 Syawal 1444 H akan ditetapkan Jum'at, 21 April 2023, bila hilal tidak terlihat maka 1 Syawal 1444 H akan ditetapkan Sabtu, 22 April 2023.
Namun demikian, NU kini telah mengadopsi kriteria baru MABIMS (Neo MABIMS) yaitu tinggi hilal minimal 3° dan jarak elongasi minimal 6,4°. Kriteria ini selain digunakan oleh NU untuk menyusun kalender hijriah juga digunakan untuk menolak kesaksian di bawah kriteria tersebut. Dengan demikian kalaupun nanti Kamis, 29 Ramadhan 1444 H/20 April 2023 ada yang mengaku melihat hilal, maka akan ditolak. Sebab, belum memenuhi kriteria imkan rukyat Neo MABIMS. Dengan demikian, kemungkinan besar yang berpaham rukyat seperti NU akan menetapkan 1 Syawal 1444 H bertepatan dengan Sabtu, 22 April 2023.
B. Metode Hisab
Metode hisab adalah metode menetapkan awal bulan hijriah dengan cara menghitung posisi hilal saat maghrib tanggal 29 hijriah. Bila hilal secara hisab sudah memenuhi kriteria tertentu, maka mulai maghrib malam tersebut ditetapkan tanggal 1 bulan baru, namun bila secara hisab hilal belum memenuhi kriteria tertentu, maka bulan yang berlangsung di istikmal (digenapkan) 30 hari, dan tanggal 1 bulan baru ditetapkan pada maghrib hari berikutnya.
Adapun kriteria hisab yang digunakan untuk menetapkan tanggal 1 bulan hijriah di Indonesia diantaranya:
1. Wujudul Hilal
Kriteria wujudul hilal menetapkan awal bulan hijriah berdasarkan dua parameter, yaitu bila saat maghrib tanggal 29 bulan hijriah: (1) Telah terjadi ijtimak, dan (2) Posisi hilal sudah ada di atas ufuk lebih dari 0°, maka mulai maghrib malam tersebut sudah masuk tanggal 1 bulan baru hijriah, namun apabila saat maghrib belum memenuhi kriteria di atas maka tanggal 1 bulan baru hijriah ditetapkan mulai maghrib hari berikutnya.
Sebagai contoh, pada Kamis, 29 Ramadhan 1444 H/20 April 2023, ijtimak geosentris sudah terjadi -bahkan bersamaan dengan terjadinya gerhana Matahari- yaitu pada jam 11:12:27 WIB. Kemudian tinggi Bulan saat Matahari terbenam di Indonesia antara 0° 44' 26" s/d 2° 21' 38".
Data hisab di atas menunjukkan bahwa secara hisab wujudul hilal, hilal sudah muncul, sebab syaratnya sudah terpenuhi. Yaitu ijtimak terjadi sebelum maghrib dan posisi Bulan sudah positif di atas ufuk. Hingga menurut hisab wujudul hilal seperti yang digunakan oleh Muhamadiyah, 1 Syawal 1444 H ditetapkan bertepatan dengan Jum'at, 21 April 2023.
2. Imkan Rukyat
Dalam menetapkan awal bulan hijriah, hisab imkanur rukyah mempertimbangkan posisi hilal terendah yang pernah terlihat pada saat maghrib tanggal 29 hijriah. Artinya pengalaman keterlihatan hilal pertama kali dijadikan acuan dalam penentuan awal bulan hijriahnya.
Kriteria Imaknur Rukyah ini banyak ragam dan acuan parameternya. Namun yang terakhir (tahun 2022) digunakan oleh negara-negara anggota MABIMS (Menteri Agama Brunai, Indonesia, Malaysia dan Singapura) juga digunakan oleh Persis dalam 10 tahun terakhir ini hanya 2 parameter saja, yaitu bila saat maghrib tanggal 29 hijriah: (1) Tinggi hilal minimal 3°, dan (2) Jarak elongasi minimal 6,4°, maka mulai maghrib malam tersebut ditetapkan sudah masuk tanggal 1 bulan baru, namun apabila belum mencapai kriteria di atas tanggal 1 bulan baru jatuh pada maghrib malam berikutnya.
Sebagai contoh, pada Kamis, 29 Ramadhan 1444 H/20 April 2023, ijtimak geosentris sudah terjadi -bahkan bersamaan dengan terjadinya gerhana Matahari- yaitu pada jam 11:12:27 WIB. Kemudian tinggi Bulan saat Matahari terbenam di Indonesia antara 0° 44' 26" s/d 2° 21' 38", Elongasi Matahari dan Bulan antara 2° 19' 17" s/d 4° 0' 42".
Apabila mengacu kepada kriteria baru MABIMS (Neo MABIMS) di atas maka parameter posisi Bulan akhir Ramadhan 1444 H. belum masuk kedua-duanya. Tinggi hilalnya kurang dari 3°, yaitu maksimal cuma 2° 21' 38", dan jarak elongasinya kurang dari 6,4° (6° 24'), yaitu maksimal cuma 4° 0' 42". Oleh karena itu maka berdasarkan kriteria baru MABIMS umur bulan Ramadhan 1444 H diistikmalkan menjadi 30 hari dan tanggal 1 Syawal 1444 H ditetapkan hari Sabtu, 22 April 2023.
Gambar 1: Peta Visibilitas Hilal neo MABIMS
Credit: Hisab Astronomis v 0.2
Begitupun bila menggunakan visibilitas hilal Odeh, Yallop, Maunder dll. Di Indonesia hilal belum bisa dilihat (Not Visible/ghaer imkan rukyat).
Gambar 2: Peta Visibilitas Hilal Odeh
Credit: Accurate Times v 5.6.2
Bagaimana dengan di Saudi Arabia?
Dalam penetapan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijah, Saudi Arabia menggunakan metode Rukyat. Artinya ketetapan 1 Syawal 1444 H misalnya, akan ditetapkan setelah melakukan rukyat pada Kamis, 29 Ramadhan 1444 H/20 April 2023.
Secara hisab menggunakan kriteria visibilitas hilal (imkan rukyat) baik imkan rukyat Neo MABIMS, Odeh, Yallop, Maunder dll pada Kamis, 29 Ramadhan 1444 H/20 April 2023 di Arab Saudi, hilal belum bisa dilihat (lihat gambar 1 dan 2). Hingga seharusnya Idul Fitri 1444 H di Arab Saudi bertepatan dengan Sabtu, 22 April 2023.
Namun di Arab Saudi rawan terjadi kesalahan rukyat. Hilalnya tidak ada, tapi suka ada laporan melihat hilal. Hal ini seperti dikatakan Dr. Aiman Kurdi dari Physics and Astronomiy Departement, King Saud University Riyadh adalah disebabkan tekanan psikologis perukyat yang dituntut sama dengan kalender Ummul Qura. Perlu diketahui dalam Kalender Ummul Qura 1 Syawal 1444 H tercantum Jum'at, 21 April 2023. Hingga inilah yang biasanya menjadi penyebab adanya beberapa laporan melihat hilal, padahal secara ilmiah menurut kriteria visibiltas hilal (imkan rukyat) hilal belum bisa dilihat di Arab Saudi.
Dengan demikian, kalau kasus kesalahan rukyat kembali terulang di Saudi, maka kemungkinan besar Saudi Arabia akan menetapkan 1 Syawal 1444 H bertepatan dengan Jum'at, 21 April 2023. Wallahu A'lam.
Penulis: Rani
Tags:
ramadhan
lazpersis
persis
zakat fitri
idul fitri