Sejarah Singkat Bangsa Arab (Bagian 2)


Penulis: Hafidz Fuad Halimi
03 Aug 2024
Bagikan:
By: Hafidz Fuad Halimi
03 Aug 2024
905 kali dilihat

Bagikan:

Konflik berkepanjangan di Timur Tengah adalah salah satu isu paling kompleks dan berdarah dalam sejarah Arab modern. Wilayah tersebut telah menjadi pusat ketegangan politik, agama, dan etnis selama berabad-abad, dengan konflik yang berasal dari berbagai faktor historis, kolonial, geopolitik, dan agama.

Konflik di Timur Tengah bisa ditelusuri kembali ke masa sebelum Perang Dunia I ketika Kekaisaran Ottoman menguasai sebagian besar wilayah ini. Setelah kekalahan Ottoman dalam Perang Dunia I, kekaisaran ini runtuh dan wilayahnya dibagi-bagi oleh kekuatan kolonial Eropa, terutama Inggris dan Prancis melalui perjanjian Sykes-Picot pada tahun 1916.

Perjanjian ini membagi wilayah Arab di Timur Tengah menjadi zona pengaruh dan kontrol yang tidak memperhatikan etnisitas, agama, dan komunitas lokal. Pembagian ini menanamkan benih konflik karena menciptakan negara-negara baru dengan populasi yang heterogen yang sering kali tanpa ikatan sejarah atau budaya yang kuat.

Salah satu konflik paling menonjol dan berkelanjutan di Timur Tengah adalah konflik Arab-Israel. Akar dari konflik ini adalah migrasi massal Yahudi ke Palestina, terutama setelah Holocaust dan deklarasi Balfour 1917, di mana Inggris menyatakan dukungannya untuk pendirian “tanah air nasional bagi orang-orang Yahudi” di Palestina.

Pada tahun 1947, PBB mengusulkan rencana pembagian Palestina menjadi negara Yahudi dan Arab. Rencana tersebut secara tegas ditolak oleh negara-negara Arab. Ketika Israel mendeklarasikan kemerdekaannya pada tahun 1948, negara-negara Arab di sekitarnya menolak keberadaan Israel dan melancarkan serangan militer yang mengakibatkan perang Arab-Israel pertama. Konflik ini menghasilkan pengungsian massal rakyat Palestina yang dikenal sebagai Nakba. Sejak itu, wilayah tersebut menjadi pusat konflik berkepanjangan antara Israel dan negara-negara Arab.

Selama Perang Dingin, Timur Tengah menjadi medan proxy bagi kekuatan superpower, AS dan Uni Soviet. AS mendukung Israel serta beberapa negara Arab, seperti Arab Saudi. Sementara Uni Soviet mendukung Mesir, Suriah, dan Irak. Konflik seperti Perang Enam Hari 1967 dan Perang Yom Kippur 1973 semakin memperdalam ketegangan di kawasan ini.

Pada tahun 1979, Revolusi Islam di Iran menggulingkan Shah yang didukung AS dan membawa Ayatollah Khomeini ke tampuk kekuasaan. Revolusi ini mengubah Iran menjadi republik Islam yang teokratis dan anti-Barat. Tentu saja, hal tersebut memperburuk ketegangan dengan negara-negara Arab Sunni, terutama dengan Arab Saudi dan Barat.

Perang Irak-Iran (1980-1988) adalah konflik brutal yang berlangsung selama delapan tahun dan melibatkan jutaan korban. Perang tersebut didorong oleh persaingan regional, perbedaan sektarian antara Iran yang mayoritas Syiah dan Irak yang mayoritas Sunni, serta kekhawatiran geopolitik Saddam Hussein terhadap negeri Syiah tersebut. Konflik Irak-Iran tersebut banyak disebut sebagai Perang Teluk I.

Pada 1990, Saddam Hussein menginvasi Kuwait, yang memicu Perang Teluk kedua. Konflik tersebut dikenal sebagai Perang Irak atau Operasi Badai Gurun. Invasi tersebut dilakukan dengan alasan bahwa Kuwait telah melakukan pengeboran minyak secara ilegal di wilayah Irak dan menolak untuk menghapus utang yang dimiliki Irak setelah Perang Iran-Irak.

Koalisi internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat kemudian melancarkan operasi militer besar-besaran untuk mengusir pasukan Irak dari Kuwait. Serangan dimulai dengan kampanye udara pada Januari 1991 yang kemudian diikuti oleh serangan darat pada akhir Februari yang berlangsung selama 100 jam sebelum Irak menyerah.

Perang Teluk Kedua berakhir dengan kemenangan cepat bagi koalisi, Kuwait berhasil dibebaskan sedangkan Irak dipaksa untuk menerima gencatan senjata. Namun, dampak perang ini terus dirasakan, termasuk kerusakan besar di Irak dan ketegangan yang berlanjut antara Irak dan komunitas internasional yang kemudian memicu invasi AS ke Irak pada tahun 2003.

Pada tahun 2001, setelah serangan 11 September, AS melancarkan invasi ke Afghanistan untuk menggulingkan rezim Taliban yang melindungi musuh yang dianggap pleh AS sebagai Teroris, yakni al-Qaeda. Meski Taliban berhasil digulingkan, perang di Afghanistan berlangsung selama dua dekade dan mengakibatkan instabilitas yang terus berlanjut di wilayah tersebut.

Pada tahun 2003, AS dan sekutunya menginvasi Irak dengan dalih bahwa Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal dan mendukung terorisme. Meski tuduhan itu tak berdasar (sampai saat ini tidak terbukti), Saddam Husain berhasil digulingkan. Invasi ini menciptakan kekosongan kekuasaan yang memicu konflik sektarian dan munculnya kelompok-kelompok militan yang mengganggu stabilitas wilayah sampai saat ini.

Pada 2011, Musim Semi Arab, gelombang protes dan revolusi melanda Timur Tengah dan mengguncang banyak rezim otoriter. Di Suriah, protes damai berubah menjadi perang saudara yang kompleks, melibatkan berbagai kelompok pemberontak, militan ISIS, dan intervensi asing dari Rusia, AS, dan negara-negara regional lainnya. Semua itu menambah kisah panjang konflik di Timur Tengah.

Yaman pun tak lepas dari konflik kawasan. Yaman yang merupakan salah satu negara termiskin di Timur Tengah telah terjebak dalam perang saudara sejak 2015. Konflik tersebut melibatkan pemberontak Houthi yang didukung Iran melawan pemerintahan yang diakui secara internasional dan didukung oleh koalisi yang dipimpin Arab Saudi. Perang tersebut telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang parah.

Masalah Palestina tetap menjadi isu sentral dalam konflik Timur Tengah. Upaya untuk mencapai solusi dua negara antara Israel dan Palestina telah gagal berulang kali. Pendudukan ilegal Israel yang selalu mendapat dukungan Eropa dan AS di wilayah Palestina yang terus berlanjut menjadi sumber utama ketegangan dan kekerasan di wilayah Timur Tengah. Bahkan, eskalasi konflik di wilayah tersebut kembali tinggi di Oktober 2023 dengan korban hampir 40ribu jiwa yang didominasi oleh anak-anak dan wanita di Agustus 2024.

Konflik berkepanjangan di Timur Tengah adalah hasil dari kombinasi faktor sejarah, agama, politik, dan ekonomi. Setiap konflik saling terkait dan sering kali diperburuk oleh intervensi asing, ambisi regional, dan perbedaan sektarian. Wilayah tersebut terus menjadi pusat ketegangan global dengan dampak yang dirasakan jauh melampaui perbatasannya. Meskipun berbagai upaya perdamaian telah dilakukan, penyelesaian konflik di Timur Tengah masih sulit dicapai karena kompleksitas masalah di wilayah tersebut.

Mau berinfak untuk kemanusiaan di Timur Tengah? Yuk, tunaikan di link ini: Infak Kemanusiaan Palestina

Bagi yang hendak menunaikan zakat, bisa tunaikan kewajibannya di link ini: Link Bayar Zakat

Baca Juga:

Sejarah Singkat Bangsa Arab (Bagian 1)

Kontainer Bantuan Kemanusiaan LAZ PERSIS akan Tembus Gaza di Bulan Kemerdekaan Indonesia

Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh Gugur dalam Serangan di Teheran

Penulis: Hafidz Fuad Halimi
Tags: lazpersis sejarah sejarahislam arab timur tengah

Berita Lainnya

Mitra LAZ Persatuan Islam
WhatsApp