Para shahabat sungguh terkejut ketika dalam tiga hari berturut-turut Nabi ﷺ mengatakan akan ada calon penghuni surga datang, tetapi yang datang ternyata bukan seorang shahabat yang terkenal dan besar perannya dalam Islam. Ia hanya seseorang yang biasa-biasa saja, tetapi Nabi ﷺ mantap mengatakan bahwa ia calon penghuni surga. Amalnya pun tidak terlalu istimewa seperti shahabat-shahabat yang terkenal.
Shahabat Anas ibn Malik ra menceritakan:
كُنَّا جُلُوسًا مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ فَقَالَ: يَطْلُعُ عَلَيْكُمُ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ. فَطَلَعَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ تَنْطِفُ لِحْيَتُهُ مِنْ وُضُوئِهِ قَدْ تَعَلَّقَ نَعْلَيْهِ فِي يَدِهِ الشِّمَالِ، فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ قَالَ النَّبِيُّ ﷺ مِثْلَ ذَلِكَ، فَطَلَعَ ذَلِكَ الرَّجُلُ مِثْلَ الْمَرَّةِ الْأُولَى. فَلَمَّا كَانَ الْيَوْمُ الثَّالِثُ، قَالَ النَّبِيُّ ﷺ مِثْلَ مَقَالَتِهِ أَيْضًا، فَطَلَعَ ذَلِكَ الرَّجُلُ عَلَى مِثْلِ حَالِهِ الْأُولَى
Ketika kami duduk bersama Rasulullah saw, beliau bersabda: “Akan datang kepada kalian sekarang seorang calon penghuni surga.” Tiba-tiba datang seorang Anshar yang air bekas wudlunya menetes dari janggutnya. Ia mengikatkan sandalnya pada lengan kirinya. Keesokan harinya Nabi saw bersabda seperti itu lagi. Tiba-tiba datang lelaki yang sama dengan sebelumnya. Hari ketiga Nabi saw bersabda seperti itu lagi dan datang lelaki itu lagi dalam keadaan seperti ketika hari pertama.
قَالَ أَنَسٌ: وَكَانَ عَبْدُ اللهِ يُحَدِّثُ أَنَّهُ بَاتَ مَعَهُ تِلْكَ اللَّيَالِي الثَّلَاثَ، فَلَمْ يَرَهُ يَقُومُ مِنَ اللَّيْلِ شَيْئًا، غَيْرَ أَنَّهُ إِذَا تَعَارَّ وَتَقَلَّبَ عَلَى فِرَاشِهِ ذَكَرَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَكَبَّرَ حَتَّى يَقُومَ لِصَلَاةِ الْفَجْرِ.
Anas berkata: ‘Abdullah (ibn ‘Amr) menceritakan bahwasanya ia bermalam di rumah lelaki itu pada tiga malam tersebut. Ia tidak melihat orang itu shalat malam barang sebentar pun. Tetapi setiap kali ia terbangun malam dan beralih posisi di atas kasurnya ia berdzikir kepada Allah azza wa jalla dan bertakbir sampai bangun untuk shalat shubuh.
قَالَ عَبْدُ اللهِ: غَيْرَ أَنِّي لَمْ أَسْمَعْهُ يَقُولُ إِلَّا خَيْرًا، فَلَمَّا مَضَتِ الثَّلَاثُ لَيَالٍ وَكِدْتُ أَنْ أَحْقِرَ عَمَلَهُ، قُلْتُ: … سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُولُ لَكَ ثَلَاثَ مِرَارٍ: يَطْلُعُ عَلَيْكُمُ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَطَلَعْتَ أَنْتَ الثَّلَاثَ مِرَارٍ، فَأَرَدْتُ أَنْ آوِيَ إِلَيْكَ لِأَنْظُرَ مَا عَمَلُكَ فَأَقْتَدِيَ بِهِ فَلَمْ أَرَكَ تَعْمَلُ كَثِيرَ عَمَلٍ، فَمَا الَّذِي بَلَغَ بِكَ مَا قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ فَقَالَ: مَا هُوَ إِلَّا مَا رَأَيْتَ.
‘Abdullah (ibn ‘Amr) berkata: “Tetapi aku tidak pernah mendengarnya berkata melainkan yang baik.” Setelah lewat tiga hari dan aku hampir saja menganggap remeh amalnya aku berkata: …”Aku mendengar Rasulullah saw bersabda tentang kamu tiga kali: ‘Akan datang kepada kalian sekarang seorang calon penghuni surga’. Lalu ternyata anda yang datang pada ketiga harinya. Aku bertamu di rumah anda bermaksud melihat amal anda agar bisa aku teladani. Tetapi aku tidak melihat anda banyak beramal. Lalu apa yang istimewa dari anda sehingga Rasulullah saw memuji anda?” Ia menjawab: “Tidak ada selain yang anda lihat.”
قَالَ: فَلَمَّا وَلَّيْتُ دَعَانِي، فَقَالَ: مَا هُوَ إِلَّا مَا رَأَيْتَ، غَيْرَ أَنِّي لَا أَجِدُ فِي نَفْسِي لِأَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ غِشًّا وَلَا أَحْسُدُ أَحَدًا عَلَى خَيْرٍ أَعْطَاهُ اللهُ إِيَّاهُ. فَقَالَ عَبْدُ اللهِ هَذِهِ الَّتِي بَلَغَتْ بِكَ وَهِيَ الَّتِي لَا نُطِيقُ
Setelah aku (Ibn ‘Amr) keluar, ia memanggilku: “Tidak ada selain yang anda lihat. Kecuali mungkin aku tidak merasakan dalam diriku kotor hati kepada seorang muslim pun dan aku tidak pernah hasud kepada seorang pun yang Allah berikan kebaikan kepadanya.” ‘Abdullah berkata: “Inilah keistimewaan yang anda miliki dan kami tidak mampu.” (Musnad Ahmad bab musnad Anas ibn Malik no. 12236. Syu’abul-Iman al-Baihaqi bab al-iqtishad fin-nafaqah no. 6181. Al-‘Iraqi menilai hadits ini shahih dalam al-Mughni ‘an Hamlil-Asfar no. 3168. Demikian juga Al-Albani menilai hadits ini shahih dalam Muqaddimah as-Silsilah ad-Dla’ifah).
Hadits di atas menjelaskan bahwa penghuni surga tidak hanya orang-orang yang sangat giat dalam beribadah. Orang yang ibadahnya sedang pun—tidak terlalu istimewa—tetap ada peluang masuk surga. Allah swt sendiri berfirman: “Dan bagi masing-masing orang akan memperoleh derajat (di surga) menurut apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. al-Ahqaf [46] : 19). Darajat itu adalah tingkatan di surga ke atas. Ada yang di tingkatan atas dan ada juga yang di bawahnya seukuran dengan kualitas amal masing-masing orangnya. Al-Qur`an menyebutkan umat Nabi saw itu ada sabiqun bil-khairat; selalu terdepan dalam kebaikan, dan ada juga yang muqtashid; pertengahan (QS. Fathir [35] : 32). Mereka yang pertengahan, sebagaimana dijelaskan para ulama tafsir, adalah orang-orang yang mengamalkan amal wajib tetapi tidak sempurna dalam amal sunat. Mampu meninggalkan yang haram tetapi tidak sempurna meninggalkan yang makruh. Dalam surat al-Waqi’ah disebutkan sebagai ashhabul-yamin, sementara yang giat beribadah disebutnya as-sabiqun al-muqarrabun. Surga untuk mereka yang amalnya pas atau cukup disediakan di bawah surga orang-orang yang ketakutannya kepada Allah swt maksimal. Demikian dijelaskan Allah swt dalam surat ar-Rahman.
Nabi saw dalam hadits di atas tentunya tidak sedang merendahkan keimanan para shahabat yang biasa dekat dengan beliau. Tetapi Nabi saw sedang mengajarkan perspektif lain tentang orang yang akan menjadi penghuni surga. Sesuai dengan ajaran al-Qur`an: La yukalliful-‘Llah nafsan illa wus’aha (QS. al-Baqarah [2] : 286) atau fa-ttaqul-‘Llah ma-statha’tum (QS. at-Taghabun [64] : 16). Faktanya tidak mungkin semua orang mampu mencapai keimanan dan amal shalih selevel Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, dan shahabat-shahabat yang dekat dengan Nabi saw lainnya, radliyal-‘Llah ‘anhum. Tetapi itu tidak berarti bahwa peluang mereka masuk surga tertutup sama sekali. Dalam hal inilah Nabi saw memberikan pengajaran kepada para shahabat dalam haditsnya di atas.
Hal lainnya yang juga hendak Nabi saw ajarkan dalam hadits di atas, seringkali orang-orang yang biasa itu memiliki amal yang luar biasa dan tidak mampu dicapai oleh orang-orang yang luar biasa, khususnya terkait kebersihan hati dari iri dan dengki. Orang-orang penting dan istimewa pasti rentan dengan persaingan. Persaingan itu sendiri pangkal dari sifat iri dan dengki. Berbeda halnya dengan orang-orang biasa yang hidupnya di level masyarakat bawah dan jauh dari persaingan. Mereka nyaris tidak punya peluang untuk mendengki orang lain karena memang sudah sadar dengan kemampuan terbatas dirinya. Mereka juga tidak memiliki kepentingan apa pun di dunia selain menjalankan rutinitas hariannya. Maka dari itu hati mereka relatif aman dari sifat dengki. Itulah maksud pernyataan ‘Abdullah ibn ‘Amr: “Inilah keistimewaan yang anda miliki dan kami tidak mampu.”
Tetapi ini juga tidak berarti bahwa para shahabat yang dekat dengan Nabi saw akan merasakan siksa neraka karena memiliki sifat dengki kepada orang lain. Sifat dengki itu sama dengan sifat marah, sudah jadi fithrah manusia sejak lahir. Selama sifat itu mampu dipendam atau dikendalikan dengan benar maka dengki itu tidak akan menjadi dosa. Istimewanya shahabat yang diamati oleh ‘Abdullah ibn ‘Amr di atas ia tidak memiliki rasa dengki sama sekali, dan itu jadi satu nilai plus baginya. Tetapi bukan berarti orang yang memiliki sifat dengki dalam hati otomatis bersalah. Selama bisa dipendam dalam hati dan tidak ditampakkan dalam sikap atau perkataan maka tidak akan menjadi dosa. Shahabat-shahabat Nabi saw masuk dalam kategori orang-orang yang mampu mengendalikannya tersebut.
إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسُهَا مَا لَمْ تَعْمَلْ أَوْ تَتَكَلَّمْ
Sesungguhnya Allah melewatkan (tidak mencatat) dari umatku apa yang terlintas dalam hatinya, selama tidak diamalkan atau dikatakan (Shahih al-Bukhari kitab at-thalaq no. 5269).
Allah swt sendiri berfirman tentang para penghuni surga sebagai berikut:
وَنَزَعۡنَا مَا فِي صُدُورِهِم مِّنۡ غِلّٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهِمُ ٱلۡأَنۡهَٰرُۖ وَقَالُواْ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ ٱلَّذِي هَدَىٰنَا لِهَٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهۡتَدِيَ لَوۡلَآ أَنۡ هَدَىٰنَا ٱللَّهُۖ لَقَدۡ جَآءَتۡ رُسُلُ رَبِّنَا بِٱلۡحَقِّۖ وَنُودُوٓاْ أَن تِلۡكُمُ ٱلۡجَنَّةُ أُورِثۡتُمُوهَا بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ
Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran”. Dan diserukan kepada mereka: “ltulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan” (QS. al-A’raf [7] : 43).
وَنَزَعۡنَا مَا فِي صُدُورِهِم مِّنۡ غِلٍّ إِخۡوَٰنًا عَلَىٰ سُرُرٖ مُّتَقَٰبِلِينَ
Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan (QS. al-Hijr [15] : 47).
Tentunya amal yang tidak istimewa sebagaimana disinggung di atas tidak untuk membatalkan ayat-ayat fa-stabiqul-khairat dan semacamnya sehingga dijadikan dalih untuk bermalas-malasan, melainkan sebatas pelipur hati bagi mereka yang terkendala kemampuan maksimal sehingga tidak mampu mewujudkan amal shalih yang maksimal sebagaimana firman Allah swt: La yukalliful-‘Llah nafsan illa wus’aha (QS. al-Baqarah [2] : 286).
Wal-‘Llahu a’lam bis-shawab
Sempurnakan kebaikan harian dengan berbagi di link berikut ini...
Link Bayar Zakat, Infak, dan Sedekah
sumber : https://attaubah-institute.com/
Penulis: Dr. Nashruddin Syarief M.Pd.I
Tags:
amal
ibadah
shalat
syurga