Rasa bosan beribadah timbul karena ketidakmampuan mengatur ritme ibadah di masa naik dan turunnya iman. Rasa bosan beribadah juga disebabkan ketidakmampuan seseorang mempertahankan ritme istiqamah (kebertahanan) atau dawam (kesinambungan) dalam amal. Semuanya berasal dari hati yang tidak mampu menaikkan kadar imannya.
Ketika al-Haula binti Tuwait sedang bersama ‘Aisyah ra, lalu ketika mengetahui Rasulullah saw datang al-Haula permisi pergi, dan ia kemudian berpapasan dengan Rasulullah saw ketika keluar, beliau saw bertanya kepada ‘Aisyah ra siapa perempuan itu:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ دَخَلَ عَلَيْهَا وَعِنْدَهَا امْرَأَةٌ قَالَ مَنْ هَذِهِ قَالَتْ فُلَانَةُ تَذْكُرُ مِنْ صَلَاتِهَا قَالَ مَهْ عَلَيْكُمْ بِمَا تُطِيقُونَ فَوَاللَّهِ لَا يَمَلُّ اللَّهُ حَتَّى تَمَلُّوا وَكَانَ أَحَبَّ الدِّينِ إِلَيْهِ مَادَاوَمَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ
Dari ‘Aisyah ra, bahwasanya Nabi saw masuk ke rumahnya dan ketika itu ada seorang perempuan (yang kemudian beranjak setelah Rasulullah saw datang). Beliau lalu bertanya: “Siapa perempuan tadi?” ‘Aisyah menjawab: “Fulanah (panggilan tanpa nama untuk perempuan).” ‘Aisyah pun menceritakan tentang shalatnya (shalat malamnya semalam suntuk tanpa tidur). Beliau lalu bersabda: “Hah, kalian hendaklah beramal dengan yang kalian mampu. Demi Allah, Allah tidak akan bosan sehingga kalian bosan. Agama yang paling dicintai Allah itu adalah yang terus berlangsung diamalkan oleh pengamalnya.” (Shahih al-Bukhari bab ahabbud-din ilal-‘Llah adwamuhu no. 43. Nama asli perempuan tersebut dan keterangan lengkap kejadian dalam hadits ini didasarkan pada penjelasan al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fathul-Bari).
Hadits di atas menegaskan bahwa shalat malam semalam suntuk tanpa tidur itu tidak akan mungkin mampu diamalkan secara rutin setiap malam (dawam), maka dari itu Nabi saw melarangnya. Dalam hadits lain Nabi saw sendiri menyatakan:
وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
Demi Allah, aku ini orang yang paling takut dan taqwa kepada Allah, tapi aku shaum dan buka, aku shalat malam dan tidur, dan aku menikah. Siapa yang tidak senang pada sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku (Shahih al-Bukhari kitab an-nikah bab at-targhib fin-nikah no. 5063).
Jadi standar ibadah maksimal itu adalah yang Nabi saw contohkan, mustahil mampu melebihi sunnah Nabi saw. Kalaupun mampu, hanya sesekali saja, mustahil merutinkannya, sementara ibadah yang terbaik itu adalah yang mampu merutinkannya.
Semestinya ketika seseorang merasa segar untuk beribadah, ia tetap harus beribadah sesuai sunnah Nabi saw dan tidak melebihinya. Jika ia melebihinya maka akan capek sendiri. Jadilah ia memberatkan dirinya sendiri dan kemudian menjadi lelah dan bosan. Dalam hadits lain Nabi saw bersabda:
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنْ الدُّلْجَةِ
Sungguh agama itu mudah. Tidak akan ada seorang pun yang memperberat agama melainkan akan membuatnya kalah/lelah. Beramallah kalian dengan tepat, mendekatlah, berbahagialah, dan mohon pertolonganlah di waktu pagi, sore, dan sedikit di waktu malam (Shahih al-Bukhari bab ad-din yusr no. 39).
Al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fathul-Bari menjelaskan:
قَوْله : (فَسَدِّدُوا) أَيْ : اِلْزَمُوا السَّدَاد وَهُوَ الصَّوَاب مِنْ غَيْر إِفْرَاط وَلَا تَفْرِيط
Sabda Nabi saw: Beramallah dengan tepat, yaitu tetaplah dalam tepat, yakni shawab (tepat) tanpa melebihkan dan mengurangi.
قَوْله : (وَقَارِبُوا) أَيْ : إِنْ لَمْ تَسْتَطِيعُوا الْأَخْذ بِالْأَكْمَلِ فَاعْمَلُوا بِمَا يُقَرِّب مِنْهُ
Sabda Nabi saw: Mendekatlah, yakni jika tidak mampu mengambil yang sempurna maka beramallah dengan yang mendekatinya.
قَوْله : (وَأَبْشِرُوا) أَيْ : بِالثَّوَابِ عَلَى الْعَمَل الدَّائِم وَإِنْ قَلَّ ، وَالْمُرَاد تَبْشِير مَنْ عَجَزَ عَنْ الْعَمَل بِالْأَكْمَلِ بِأَنَّ الْعَجْز إِذَا لَمْ يَكُنْ مِنْ صَنِيعه لَا يَسْتَلْزِم نَقْص أَجْره
Sabda Nabi saw: Berbahagialah, yakni dengan pahala atas amal yang rutin meskipun sedikit. Maksudnya kabar gembira bagi yang tidak mampu beramal sempurna, karena ketidakmampuan itu jika bukan dari keinginannya, tidak akan mengurangi pahala baginya.
قَوْله : (وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ) أَيْ : اِسْتَعِينُوا عَلَى مُدَاوَمَة الْعِبَادَة بِإِيقَاعِهَا فِي الْأَوْقَات الْمُنَشِّطَة
Sabda Nabi saw: Memohon pertolonganlah di waktu pagi…, yakni memohon pertolonganlah agar rutin beramal dengan menempatkannya pada waktu-waktu yang bersemangat.
Al-Hafizh menjelaskan lebih lanjut bahwa ghadwah artinya bepergian di waktu pagi, rauhah bepergian di waktu siang menuju sore, dan ad-duljah bepergian di waktu malam. Kata ad-duljah disertai dengan kata syai`; sedikit/sesaat karena memang beraktifitas di malam hari lebih berat. Maksudnya, sebagaimana musafir, jangan beramal penuh sepanjang siang dan malam, melainkan pilihlah waktu-waktu yang menyegarkan; awal siang, siang menuju sore hari, dan sedikit waktu malam. Sungguh indah Nabi saw menyamakan ibadah dengan safar karena memang hakikatnya seorang hamba sedang melakukan perjalanan menuju negeri akhirat.
Jadi agar ibadah terasa segar dan bisa terus mempertahankannya maka beribadah harus tepat dan tidak berlebihan. Ketika terjadi penurunan iman atau lelah hati maka ibadah harus dipertahankan meski tidak sesempurna ketika bersemangat. Jangan pernah putus asa ketika amal tidak bisa sempurna, sepanjang itu tidak diniatkan oleh hati, karena pahalanya akan tetap ada seperti ketika diamalkan sempurna. Agar ibadah bisa terus bertahan rutin maka pilihlah waktu-waktu yang membuat bersemangat. Utamakan memaksimalkan ibadah di awal siang, selepas siang menuju sore hari, dan sedikit waktu di malam hari. Ketika merasa lelah, berhenti dahulu, rehat sejenak, kumpulkan dahulu tenaga, lalu sambung lagi beribadah. Demikianlah amalkan setiap harinya, maka ibadah akan selalu mampu diamalkan rutin dan bertahan, tanpa ada bosan.
Sabda Nabi saw dalam hadits di awal: “Allah tidak akan bosan sehingga kalian bosan,” maknanya menurut al-Hafizh Ibn Hajar ada dua: Pertama, Allah swt akan merasa bosan ketika manusia merasa bosan dalam beramalnya. Maksud Allah merasa bosan itu adalah menghentikan pahala dan karunia-Nya kepada seorang hamba yang merasa bosan. Ketika seorang hamba merasa bosan beribadah, ia tidak akan bersemangat dan bahkan akan meninggalkannya. Ketika itu terjadi Allah swt pun menghentikan pahala dan anugerah-Nya untuk hamba tersebut. Kedua, Allah swt tidak akan merasa bosan memberikan pahala dan anugerah-Nya selama-lamanya, meskipun manusia ada yang akan merasa bosan. Tetapi ketika manusia merasa bosan dan meninggalkan amal tentunya pahala pun tidak akan ada, meski hakikatnya Allah swt tidak pernah merasa bosan memberikan pahala.
Hadits di atas sama sekali tidak menyalahkan orang-orang yang berusaha mengamalkan ibadah sesuai standar sunnah Nabi saw yang dalam pandangan kalangan awam sering dipersepsikan berlebihan. Padahal standar ibadah sunnah Nabi saw itu yusrun; ringan, hanya hati yang malas saja yang sering mempersepsikannya berat. Yang disalahkan oleh hadits di atas hanya orang yang berlebihan dalam ibadah melebihi standar sunnah Nabi saw. Hadits di atas juga tidak membenarkan orang yang beramal di bawah standar dan kemudian berdalih kemampuannya hanya sampai tahap demikian. Hadits-hadits di atas justru mendorong setiap orang untuk qaribu; berusaha keras mendekati sempurna meski belum mampu sempurna 100%. Inilah di antara nasihat Rasul saw agar ibadah mampu dijalankan dengan rutin dan tetap penuh semangat serta jauh dari rasa jenuh dan bosan.
Semuanya itu kembali pada sejauh mana kemampuan seorang muslim meningkatkan selalu kadar keimanannya.
Sumber : attaubah-institute.com
Yuk, titipkan ibadah kurbanya di LAZ PERSIS dengan cara klik link di bawah ini....
atau tunaikan Sedekah Qurban dengan cara klik link di bawah ini...
Penulis: Ust. Dr. Nashruddin Syarief M.Pd.I
Tags:
persis
amal
ibadah
shalat