Berbeda dengan khitan pada laki-laki, khitan pada perempuan menimbulkan polemik, baik tinjauan syari`at Islam maupun tinjauan medis atau ilmu kesehatan. Banyak yang pro tetapi tidak sedikit yang kontra. Polemik yang terjadi dari tinjauan syari`at Islam berkaitan tentang hukumnya. Sebagian menyatakan hukumnya wajib sebagian lagi menyatakan sunah. Adapun tinjauan dari ilmu kedokteran dan kesehatan, polemik terjadi boleh tidaknya khitan bagi perempuan beserta ada tidak manfaat yang didapatkannya. Oleh karena itu, sangat perlu kiranya kita mencari solusi yang tepat yang dapat mengkolaborasikan ilmu syari`at Islam dengan ilmu kedokteran.
Hal yang pertama dan paling penting untuk diketahui adalah tentang tindakan yang dilakukan pada saat khitan itu dilakukan. Khitan dilakukan dengan cara memotong sebagian preputium yang menutupi bagian glans penis, tindakan tersebut disebut juga sirkumsisi (circumcision) untuk laki-laki disebut male circumcision sedangkan untuk perempuan disebut female circumcision. Secara anatomis, glans penis pada laki-laki dapat diidentikan dengan glan klitoris (glans clitoris) pada perempuan. Oleh sebab itu, preputium pada perempuan disebut preputium clitoridis. Berbeda dengan preputium pada laki-laki, preputium pada perempuan tidak selalu menutupi glan klitoris. Pada beberapa perempuan, preputium akan tumbuh menutupi glans clitoris mulai saat pubertas. Oleh sebab itu, pemotongan preputium atau khitan tidak selalu dilakukan dan seandainya dilakukan pun harus setelah masa pubertas.
Glans klitoris dan glans penis adalah dua bagian yang banyak sekali saraf perasa sehingga sangat sensitive terhadap sentuhan. Keadaan tersebut yang menjadikan kenikmatan pada saat melakukan hubungan seksual sehingga apabila tertutup preputium, akan berkurang atau bahkan hilang sama sekali. Di samping itu, apabila preputium tumbuh berlebihan dapat menimbulkan berbagai penyakit, di antaranya penyakit infeksi jamur, bakteri, dan lain-lain. Itulah di antara hikmah khitan.
Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu`alaihi wa salam bersabda kepada `Ummu `Athiyah r.a.,
إذا خفضت فأشمي ولا تنهكي فإنّه أسرى للوجه وأخصى للزوج
“Apabila Engkau mengkhitan perempuan, sisakanlah sedikit dan jangan potong (bagian kulit klitoris) semuanya, karena itu lebih dapat membuat ceria wajah dan lebih disenangi oleh suami." (H.R. al-Khatib dalam Tarikh 5/327, dinilai shahih oleh Syaikh Al-Abani dalam Ash Shahihah ) Dalam istilah medis dikenal juga istilah Female Genital Mutilation (FGM). World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan FGM menjadi empat kategori, yakni:
WHO melarang tindakan FGM, yaitu yang menghilangkan secara total atau sebagian dari organ genitalia eksternal atau melukai pada organ kelamin perempuan karena alasan nonmedis.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1636/Menkes/Per/2010 tentang Sunat Perempuan, dijelaskan bahwa khitan perempuan adalah tindakan menggores kulit yang menutupi bagian depan klitoris, tanpa melukai klitoris. Khitan perempuan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu, yaitu dokter, bidan, perawat yang memiliki izin praktek atau surat izin kerja. Yang melakukan khitan pada perempuan diutamakan adalah tenaga kesehatan perempuan.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa khitan pada perempuan disyari`atkan dalam Islam meskipun tidak selalu dilakukan. Dan khitan pada perempuan tidak dapat diidentikan dengan Female Genital Mutilation (FGM). Kalau pun harus dilakukan, maka hendaknya mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia dan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Bagi yang ingin membantu sesama di bidang kesehatan, bisa klik link di bawah ini...
Sumber Foto: permatasunnah
Penulis: dr. Harry Rayadi, MARS
Tags:
#kesehatan
khitan