A. Pengertian Zakat
Ditinjau dari segi bahasa, kata “zakat” merupakan kata dasar dari “zakaa” yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Sesuatu itu “zakaa” berarti tumbuh dan berkembang. Dan seseorang itu “zakaa” berarti orang itu baik. (Qhardhawy, Fiqhuz Zakat).
Dari kata “zakaa/زكى”, menjadi kata “zakat”, yaitu sesuatu yang dikeluarkan oleh manusia dari sebagian hak Allah Swt. untuk disalurkan kepada mustahik (orang yang berhak menerima zakat). Dinamai demikian karena padanya ada harapan mendapat berkah atau membersihkan jiwa atau menumbuhkannya dengan kebaikan dan berkah.
Zakat menurut bahasa adalah berkembang dan suci. Yakni, membersihkan jiwa atau mengembangkan keutamaan-keutamaan jiwa dan menyucikannya dari dosa-dosa dengan menginfakkan harta wajib di jalan Allah dan menyucikannya dari sifak kikir, dengki, dan lain-lain.
Zakat menurut istilah adalah memberikan (menyerahkan) sebagian harta tertentu untuk orang tertentu yang telah ditentukan syariat dengan niat karena Allah. Al-Mawardi dalam kitab al-Hawi berkata:
أَلزَّكَاةُ اِسْمٌ لِاَخْذِ شَيْءٍ مَخْصُوْصٍ مِنْ مَالٍ مَخْصُوْصٍ عَلَى أَوْصَافٍ مَخْصُوْصَةٍ لِطَائِفَةٍ مَخْصُوْصَةٍ
“Zakat Itu sebutan untuk pengambilan tertentu dari harta tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu untuk diberikan kepada golongan yang tertentu.”
Istilah zakat diberikan untuk beberapa arti. Namun, yang berkembang dalam masyarakat, istilah “zakat” digunakan untuk sedekah wajib dan kata “sedekah” digunakan untuk sedekah sunat.
Para ulama fikih memasukkan ibadah zakat sebagai ibadah qadla’iy (ibadah yang jika tidak dilaksanakan, ada hak orang lain yang terambil) dan bukan termasuk ibadah dayaaniy (ibadah yang jika idak dilaksanakan tidak ada hak orang lain yang terambil, contoh shalat). Karena sifatnya yang qadla’iy, maka pelaksanaan zakat tidak bisa dilakukan secara individual. Oleh karena itu, pada zaman Rasul dan Khulafaaurrasyidin, pengelolaan zakat menjadi tugas dan tanggung jawab penguasa dan bukan tugas masyarakat secara perorangan. Nilai sosial dalam ibadah begitu kental sehingga dalam pelaksanaannya diperlukan kelompok orang yang bertugas mengelola segala aspek perzakatan, tidak diserahkan kepada kesadaran individu masing-masing. Hukum zakat yang wajib meniscayakan bahwa zakat bukan semata merupakan bentuk kedermawanan. Akan tetapi, zakat merupakan bentuk ketaatan kepada Allah Swt. sehingga harus diperhatikan mengenai tata cara pembayaran dan pembagiannya.
Zakat dengan maksud tumbuh dan berkembang, yaitu tumbuh dan berkembang yang bisa dilihat dari dua sisi, yaitu sisi muzaki (orang yang wajib mengeluarkan zakat) dan mustahik (golongan yang berhak menerima zakat).
Allah Swt. menjanjikan bagi muzaki yang mengeluarkan sebagian hartanya dalam bentuk zakat, infak, maupun sedekah akan diberi ganjaran yang berlipat, baik ganjaran di akhirat maupun kebaikan di dunia. Ha; tersebut terbukti, bahwa belum pernah ada seorang yang jatuh miskin dan bangkrut karena rajin membayar zakat.
Kemudian, tumbuh berkembang dari sisi mustahik, yaitu penyaluran zakat yang didayagunakan dan terprogram bagi mustahik akan mampu mengubah status sosial ekonomi seseorang yang asalnya mustahik menjadi seorang muzaki.
B. Pengertian Infak
Infak berasal dari kata “nafaqa”, yang berarti telah lewat, berlalu, atau habis.
قُلْ لَوْ أَنْتُمْ تَمْلِكُوْنَ خَزَائِنَ رَحْمَةِ رَبِّي إِذًا َلأَ مْسَكْتُمْ خَشْيَةَ اْلإِنْفَاقِ وَكَانَ اْلإِِنْسَانُ فَتُوْرًا
“Katakanlah olehmu (Muhammad): Kalaulah kamu menguasai perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya kamu menahannya, karena takut membelanjakannya, dan keadaan manusia itu sangat kikir” (QS al-Isra, 17: 100)
Infak adalah mengeluarkan harta tertentu untuk dipergunakan bagi suatu kepentingan yang diperintahkan oleh Allah swt. di luar zakat.
C. Pengertian Sedekah
Sedekah berasal dari kata “ash-shidqu”, yang berarti orang yang banyak benarnya dalam perkataan, bahkan diungkapkan bagi orang yang sama sekali tidak pernah berdusta.
فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى وَصَدَّقَ بِالْحُسنَى فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى
“Barang siapa yang memberi dan bertakwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik, maka akan kami mudahkan baginya jalan kemudahan”. (QS asy-Syams, 91: 5-7)
Sedekah adalah bukti bahwa seseorang memiliki kebenaran iman dan membenarkan adanya hari kiamat. Oleh karena itu, Rasulullah saw. bersabda:
اَلصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ
“Sedekah itu adalah bukti”. (HR Muslim)
Sedekah menurut syara’: “Melakukan suatu kebajikan sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah, baik yang bersifat materil maupun non-materil”.
Secara umum, kebaikan sesorang dalam bentuk memberikan sebagian harta yang dimilikinya kepada orang/pihak lain disebut sedekah. Sedekah yang wajib disebut zakat sudah ditentukan kadar (prosentase zakat), nishab (batas minimal harta yang dizakati), dan haul (ukuran waktu satu tahun)–nya, dan infak (berlaku untuk jenis harta baru yang tidak terdapat pada zaman Nabi saw, sehingga tidak ditentukan kadar, nisab, dan haulnya). Sedangkan sedekah yang sunnat disebut shadaqah tathowwu’.
Dari definisi dan penjelasan-penjelasan di atas, maka pemberian dalam bentuk zakat, infak, maupun sedekah, merupakan suatu konsep dari sub sistem sosial ekonomi Islam yang diperuntukan bagi kesejahteraan masyarakat. Bukan hanya akan menguntungkan bagi si pemberi, namun juga bagi si penerima. Namun, pengembangan harta karena zakat akan terwujud tergantung kepada para imam dan ulama yang menggerakkan masyarakat. Mampukah mereka menerjemahkan pesan Allah dan Rasul dari langit untuk diaplikasikan (dengan manajemen) dalam pengelolaan perzakatan yang berpotensi mengentaskan kemiskinan dan menyelesaikan persoalan sosial masyarakat lainnya.
Tunaikan zakat, infak, dan sedekah dengan mudah di link ini: Link Bayar Zakat
Bagi yang hendak berinfak, bisa ditunaikan di sini: Link Infak & Sedekah
Semoga amal saleh kita dapat mengantarkan kita ke tempat yang mulia di akhirat kelak.
aamiin....
Penulis: Hafidz Fuad Halimi
Tags:
zakat
hukum zakat
infak
sedekah