Terdapat rangkaian peristiwa penting yang terjadi menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 M / 9 Ramadan 1364 H. Kemerdekaan Indonesia dicapai dapat diraih dengan berbagai pengorbanan dari berbagai pihak, terutama para santri dan ulama. Karenanya, Proklamasi menjadi peristiwa penuh makna bagi bangsa Indonesia, khususnya umat Islam.
Bangsa Jepang yang melakukan penjajahan pernah berjanji akan memberikan kemerdekaan pada 24 Agustus 1945. Bahkan pada 7 Agustus 1945, Marsekal Terauchi selaku panglima tentara Jepang yang bertanggung jawab atas wilayah Asia Tenggara selama Perang Dunia II telah menyetujui pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Sehari sebelum pembentukan PPKI (6 Agustus 1945 M), Kota Hiroshima, Jepang, dijatuhi bom atom oleh Angkatan Udara Amerika Serikat yang diberi nama Little Boy. Amerika yang juga bagian dari pasukan Sekutu melancarkan serangan bom atom kedua bernama Fat Man pada 9 Agustus 1945 M di kota Nagasaki.
Kedua serangan bom atom tersebut membuat Jepang menyerah kepada pihak Sekutu. Hal ini ditandai dengan pengakuan Kaisar Jepang Hirohito untuk menyerah dan menghentikan peperangan di atas kapal kapal perang Amerika USS Missouri yang sedang berlabuh di Teluk Tokyo.
Menyerahnya Jepang kepada Sekutu membuat kekosongan kekuasaan (vacuum of power) di Indonesia. Kondisi Jepang tersebut didengar oleh Sutan Sjahrir (tokoh golongan muda) dan ingin memanfaatkan kondisi tersebut dengan mendesak golongan tua (termasuk Soekarno dan Moh. Hatta) untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Pada saat itu, Sutan Sjahrir mendatangi kediaman Moh. Hatta yang baru saja tiba dari Dalat, Vietnam menemui Marsekal Terauchi bersama Soekarno dan Radjiman Wedyodiningrat. Moh. Hatta tidak bisa memberikan keputusan dan mengajak Sutan bertemu dengan Soekarno. Sayangnya, Soekarno menolak usulan Sjahrir dan tetap berpegang pada keputusan awal PPKI, yaitu Proklamasi dilaksanakan pada 24 Agustus 1945 M / 16 Ramadan 1364 H. Para tokoh muda berpandangan bahwa kemerdekaan harus diraih dan dinyatakan oleh bangsa Indonesia sendiri, bukan hasil pemberian dari Jepang.
Situasi kekosongan kekuasaan menjadi momen yang tepat bagi bangsa Indonesia untuk memerdekakan diri sendiri tanpa campur tangan bangsa lain. Hal tersebut berbanding terbalik dengan tokoh tua yang ingin bertindak secara hati-hati dan tetap menjadlin komunikasi dengan pihak Jepang. Soekarno khawatir, bisa terjadi pertumpahan darah jika proklamasi dilaksanakan tanpa ada pertimbangan yang matang.
Sikap Soekarno dan para tokoh tua membuat tokoh muda memikirkan cara lain agar tokoh-tokoh berpengaruh tersebut berubah pikiran. Para tokoh muda ingin menjauhkan golongan tua, terutama Soekarno dan Moh. Hatta dari pengaruh Jepang. Para tokoh muda berpandangan, jika kedua tokoh besar tersebut tetap berada di Jakarta, keduanya akan terus dipengaruhi dan ditekan oleh Jepang.
Tokoh dari golongan muda, seperti di antaranya Soekarni, Wikana, dan Chaerul Saleh kemudian menjemput paksa Soekarno beserta istri, Fatmawati, dan putra bungsunya Guntur pada tanggal 16 Agustus 1945 dini hari. Bersama Soekarno, Moh. Hatta juga dijemput oleh para para tokoh muda menuju Rengasdengklok, Karawang-Jawa Barat.
Rumah di Rengasdengklok, Karawang tempat diamankannya Soekarno dan Moh. Hatta oleh tokoh-tokoh muda Indonesia.
Kemudian keduanya dibawa menuju rumah salah seorang warga keturunan Tionghoa bernama Djiaw Kie Siong. Selama “pengamanan” tersebut, para tokoh muda berusaha meyakinkan Soekarno dan Moh. Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan tanpa ada campur tangan Jepang. Tokoh muda pun menjamin, mereka siap untuk melawan tentara Jepang jika sewaktu-waktu terjadi serangan saat proklamasi dilaksanakan. Namun, Soekarno dan Hatta ternyata tetap teguh pada pendirian awal mereka.
Pada saat yang bersamaan, Wikana (tokoh muda) dan Achmad Soebardjo (tokoh tua) sudah mendapatkan kesepakatan bersama untuk melaksanakan proklamasi di Jakarta. Achmad Soebardjo kemudian diantar oleh Yusuf Kunto menuju Rengasdengklok dan berhasil meyakinkan Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Setelah kesepakatan tercapai antar tokoh-tokoh tersebut, rombongan Soekarno dan Hatta berangkat menuju Jakarta dari Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945 M / 8 Ramadan 1364 H pukul 21.00 WIB.
Pada malam tersebut, Soekarno, Moh. Hatta, dan Ahmad Soebardjo bersama-sama merumuskan teks proklamasi di kediaman Laksamana Muda Maeda Tadashi. Meskipun Laksamana Muda Maeda merupakan bagian dari pasukan Jepang yang membantu proses proklamasi dengan cara memberikan jaminan keselamatan kepada tokoh-tokoh Indonesia selama merumuskan proklamasi. Saat itu, Soekarno menulis naskah Proklamasi sedangkan Moh. Hatta dan Achmad Soebardjo menyumbangkan ide secara lisan. Hasil tulisan tangan naskah Proklamasi kemudian diketik oleh Sayuti Melik dan dirubah di beberapa bagian sesuai kesepakatan.
Rumah Laksamana Muda Meida Tadashi di Jln. Imam Bonjol No. 1, Jakarta.
Setelah teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ditandatangani oleh Soekarno dan Moh. Hatta sebagai perwakilan bangsa Indonesia, mereka berunding lokasi pembacan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia akan dibacakan. Awalnya, peristiwa pembacan proklamasi akan berlangsung di Lapangan Ikada Jakarta. Namun, usulan ini dibatalkan untuk menghindari bentrokan dengan tentara Jepang. Pada akhirnya, pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia disepakati berlangsung di rumah Soekarno, yakni di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta pukul 10.00 WIB. Setelah Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 / 9 Ramadan 1364 H pukul 10.00 WIB, bendera Merah Putih dikibarkan dan para hadirin spontan mengumandangkan lagu Indonesia Raya ciptaan W.R. Soepratman.
Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diberitakan sampai hingga ke berbagai wilayah Indonesia dan disambut gembira oleh segenap tumpah darah Indonesia.
Pada hari yang sama saat proklamasi Kemerdekaan Indonesia sekitar pukul 18.30 WIB, wartawan kantor berita Yoshima/Domei (sekarang Kantor Berita Antara), Syahrudin berhasil memasuki ruang siaran Radio Hoso Kanri Kyoku (sekarang; Radio Republik Indonesia) dan menyampaikan salinan teks proklamasi kepada Daidan B. Palenewen. Kemudian, teks proklamasi tersebut diberikan kepada F. Wus seorang markonis (petugas telekomunikasi) di kantor berita tersebut, untuk segera diudarakan melalui radio. Tepat pukul 19.00 WIB, teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berhasil disiarkan. M. Yusuf Ronodipuro, Bachtiar Lubis, dan Suprapto adalah tokoh-tokoh yang berperan besar dalam menyiarkan berita proklamasi tersebut.
Adapun surat kabar yang pertama kali menerbitkan kabar perihal Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ialah Soeara Asia yang terbit di Surabaya dan Tjahaya yang terbit di Bandung.
Penyebaran berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pun dilakukan dengan penyebaran pamflet, poster, dan spanduk di tembok-tembok, gerbong kereta api, dan berbagai tempat strategis lainnya. Selain itu, dilakukan juga pengutusan anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ke bergai daerah, seperti Teuku Mohammad Hassan ke daerah Aceh, Sam Ratulangi ke daerah Sulawesi, Ketut Pudja ke daerah Sunda Kecil atau Bali, dan mengutus A.A. Hamidan ke daerah Kalimantan.
Yuk, isi kemerdekaan dengan semangat berbagi terhadap sesama di sini.
Atau, tunaikan zakat sebagai bentuk memerdekakan diri dari perbudakan harta dengan cara zakat di sini.
Baca Juga: PERAN UMAT ISLAM DALAM KEMERDEKAAN INDONESIA
Penulis: Hafidz Fuad Halimi
Tags:
kemerdekaan
merdeka
HUTRI
proklamasi
Republik Indonesia