Di Indonesia, 26 Juli diperingati sebagai Hari Puisi Indonesia. Puisi di Indonesia mempunyai jejak yang panjang hingga sekarang. Tidak hanya di masa sekarang, puisi pun sangat berpengaruh besar di zaman Rasulullah saw.
Kedudukan seorang penyair bagi orang Arab di era pra-Islam menempati martabat yang luhur. Dia adalah simbol, harga diri, sekaligus pembela terdepan dari suatu kabilah. Selain tampil sebagai pejuang dan pelecut semangat di laga perang, kali lain dia juga berperan sebagai sumber kebahagiaan dan penghibur duka melalui senandung bait-bait puisi.
Jarang yang tahu bahwa selain serangan fisik, Rasulullah dan Islam tidak jarang menjadi sasaran cerca dan hinaan dari orang-orang kafir Quraisy. Penyair-penyair jahiliyah tak segan menggubah syair menjelekkan Islam dan Nabi. Tapi, ada juga beberapa sahabat yang terus membela beliau lewat sajak-sajaknya. Mereka kerap disebut para penyair Rasulullah.
Penyair adalah tuah untuk suku pemilik dan tulah untuk si musuh sehingga kelahirannya begitu dinanti-nanti. Dalam kitab Al-Umdah, Ibn Rasyiq mengatakan, “Kalau muncul seorang penyair di suatu kabilah, maka kabilah-kabilah yang lain akan datang memberi selamat. Pada saat itu dibuatlah makanan. Para perempuan berkumpul memainkan musik seperti yang dilakukan kaum lelaki di pesta perkawinan. Laki-laki dan anak berbaur karena sang penyair dipandang sebagi pelindung kehormatan mereka, membentengi jasad mereka, mengabadikan perbuatan-perbuatan baik mereka, dan menjadikan mereka patut untuk diingat.”
Para sejarawan telah menekankan kehormatan yang diperoleh suatu kabilah sebagai imbas dari kehebatan penyair yang dimilikinya. Mereka mengakui bahwa penyair betul-betul berstatus tinggi di era pra-Islam. Lantas, Islam datang di jazirah Arab bersama Nabi Muhammad saw. sebagai sang utusan.
Berikut empat penyair Rasulullah yang ikut berjuang membersamai Nabi dan berperan besar dalam membela beliau dari caci maki kaum kafir Quraisy.
Hasan bin Tsabit, Tuan para Penyair
Pada zaman Rasulullah terdapat penyair terkenal. Ia bernama Hasan bin Tsabit bin al-Mundziri bin Haram al-Khazraji. Garis keturunannya berasal dari suku Khazraj, yang migrasi dari Yaman menuju Hijaz kemudian menetap di Madinah. Apabila ditelusur lebih jauh lagi, Hasan bin Tsabit ternyata masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi Muhammad ketika garis keturunanya ditarik hingga ke Bani al-Najjar, yang tidak lain adalah paman dari pihak ibu Rasulullah saw.
Meskipun Hassan bin Thabit tidak berperang dengan pedang dalam setiap peperangan seperti halnya yang dilakukan oleh kaum muslimin melawan kaum kafir Quraisy, namun ia menciutkan nyali musuh-musuhnya menggunakan syair sindiran dan ejekan. Dan ternyata, hal itu lebih menyakitkan.
Hasan bin Tsabit masuk Islam di umur 60 tahun. Ia mulai memusatkan perhatiannya kepada al-Quran, Hadits, dan lafadz-lafadz ‘ibarot. Semenjak itu, syair-sayirnya lebih bertenaga, sastrawi, dan bercita rasa tinggi. Salah satu senandung syair pujian Hasan bin Tsabit untuk Rasulullah berbunyi:
Yang lebih baik darimu tak pernah dilihat mata siapa pun
Tak ada pula wanita yang melahirkan bayi seindah dirimu
Engkau tercipta bersih dan suci dari segala aib dan cacat
Seakan engkau tercipta sebagaimana keinginanmu sendiri
Ka’ab bin Malik, Penyair Perang
Ka’ab bin Malik merupakan salah sahabat Rasulullah yang bisa dibilang luar biasa. Ka'ab dikenal sebagai sahabat yang memiliki iman yang tangguh meski sempat melakukan kesalahan karena tak ikut Perang Tabuk. Penyair berjuluk Sya’ir al-Harb (penyair perang) ini bernama lengkap Ka'ab bin Malik bin Amru bin al-Qin bin Ka’ab bin as-Sawad bin Ka’ab bin Salmah al-Anshari.
Kaab bin Malik, selain menjadi salah satu penyair Nabi, ia juga salah seorang perawi hadits. Tercatat, sahabat pemilik panggilan Abu Basyir ini telah meriwayatkan 30 buah hadits. Ka'ab wafat pada usia 77 tahun di tanah Syam.
Saat Rasulullah wafat, beliau membuat syair elegi antara lain berbunyi:
Sampaikan berita duka atas meninggalnya Baginda Nabi
Kepada alam semesta lebih-lebih pada kaum mukminin
Karena kepergian Rasulullah imam penuntun hidayah
Dan kehilangan para malaikat yang biasa turun ke dunia
Abdullah bin Rawahah
Dia bernama Abu Muhammad Rawahah bin Tsa’labah al-Ansory al-Khazraji. Untaian syair-syairnya menjadi perisai dari lidah ular orang-orang musyrik yang menghina Nabi. Abdullah bin Rawahah sudah lama menulis syair sejak masa jahiliyah. Setelah memeluk Islam, ia membaktikan kemampuan bersyairnya untuk mengabdi bagi kejayaan Islam.
Rasulullah sangat menyukai dan menikmati syair-syairnya, serta sering menganjurkan kepadanya untuk lebih tekun lagi membuat syair. Abdullah bin Rawahah membersamai Nabi di banyak pertempuran dan peperangan, dari perang badar, khondak, dan perjanjian hudaibiyah. Di perang pungkasan yang mengakibatkan dia meninggal, Rasulullah mendoakan dia, “Semoga Allah merahmati Abdullah bin Rawahah, sungguh dia mencintai majlis yang para malaikat berlomba-lomba di dalamnya.”
Salah satu kasidah pujiannya untuk Baginda Rasulullah adalah:
Semoga Allah teguhkan kebaikan yang diberikan kepadamu
Bagai keteguhan Musa dan kemenangan seperti yang ditolong
Aku melihat benderang limpahan kebaikan dalam dirimu
Allah Mahatahu kalau diriku tajam dalam berpenglihatan
Engkau Sang Rasul, barang siapa menolak kemurahannya
Dan berpaling dari wajahnya, niscaya dihinakan takdir
Ka’ab bin Zuhair
Ka’ab bin Zuhair mendapat keahliannya dalam berpuisi berkat didikan ayahnya. Dia memiliki saudara yang tak kalah hebat bernama Bajir bin Zuhair. Dalam suatu riwayat diceritakan, Bujair lebih dulu memeluk Islam. Ketika mengetahui saudaranya menjadi mualaf, Ka'ab naik pitam dan bersungut-sungut mencelanya. Atas ihwal itu, Ka'ab membuat syair yang berisi hinaan kepada Nabi Muhammad saw. hingga menyakiti hati Rasulullah sampai-sampai ia lancang memprovokasi orang lain untuk melawan Nabi.
Tatkala mengetahui bahwa peara penyair lain yang juga mencela dan menyakiti nabi telah dieksekusi, ia mulai gusar. Jika ingin selamat sebenarnya bisa saja ia melarikan diri. Tapi apalah itu, seluas bumi ini akan terasa sempit bagi seseorang yang memiliki hati pendendam. Akhirnya, ia bergegas pergi ke Madinah hendak menemui Nabi.
“Wahai Rasulallah, Ka’ab bin Zuhair sudah datang dan minta jaminan keamanan kepadamu. Ia bertobat dan masuk agama Islam. Maka adakah engkau mau menerimanya jika aku datang padamu membawa serta dia?” kata Ka’ab dengan nada politisnya.
Walhasil, selepas salat Subuh, Ka’ab bersimpuh di hadapan Rasululllah saw., mengakui kesalahan dan bertobat. Hampir saja, ketika dia mengungkap jati dirinya, hampir saja para sahabat hendak menghunus pedang dan menebas batang lehernya. Akan tetapi, dengan kerendahan hati, nabi melerainya.
Saking sumringah atas jaminan keselamatannya , Ka’ab kemudian mendeklamasikan kasidahnya di hadapan Nabi dan para sahabat, yang begitu popular dan melegenda, bernama Banat Su’ad. Bagian pujian syair dari kasidah itu berbunyi:
Diberitahu aku bahwa Rasulullah mengancamku
Sedang maaf di sisi Rasulullah pengharapanku
Kumohon tenang, engkau dibimbing Dia yang anugerahimu
Mukjizat al-Qur'an yang berisi nasehat dan rincian
Sesungguhnya Rasul adalah cahaya yang menerangi
Tangguh pemberani bagai pedang India yang terhunus
Baca juga artikel lainnya:
MENGAPA HARUS MENGHAFAL AL-QUR'AN?
DOA MOHON AMPUNAN, RAHMAT, DAN KASIH SAYANG ALLAH
Sumber Informasi: www.sanad.media.com
sumber foto: republika.or.id
Penulis: Cery Riksanegri
Tags:
#puisi
haripuisi