Mengapa Harus Menghafal Al-Qur'an?


Penulis: Hj. Gyan Puspa Lestari, Lc., M.Pd
22 Jul 2023
Bagikan:
By: Hj. Gyan Puspa Lestari, Lc., M.Pd
22 Jul 2023
2396 kali dilihat

Bagikan:

Al-Qur`an merupakan kalamullah Ta`ala yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Di dalamnya terkandung seperangkat petunjuk yang telah Allah ciptakan untuk dijadikan pedoman hidup, yang membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat. Al-Qur`an memberikan petunjuk dalam persoalan-persoalan akidah, syariah, dan akhlak, dengan jalan meletakkan dasar-dasar prinsip mengenai persoalan-persoalan tersebut. Keselamatan kita, baik di dunia maupun akhirat hanya akan diperoleh dengan patuh dan tunduk dengan semua petunjuk yang ada di dalamnya.

Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا

“Sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS al-Isra [17]: 9)

Mengingat kedudukan al-Qur’an yang agung dan mulia, maka salah satu upaya yang dapat dilakukan umat Islam untuk menjaga keaslian dan kemurniannya ialah dengan menghafalkannya. Ini pulalah yang menjadi rahasia dan hikmah mengapa kitab ini dinamakan al-Qur’an. Penamaan ini mengisyaratkan bahwa al-Qur’an itu harus dihafal, harus selalu dibaca dan ditadaburi isinya oleh kaum muslim. Bahkan, salah satu ciri orang yang berilmu menurut al-Qur’an adalah mereka yang memiliki hafalan al-Qur’an.

Allah Ta’ala berfirman:

بَلْ هُوَ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلَّا الظَّالِمُونَ

“Sebenarnya, al-Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim.” (QS al-‘Ankabut [29]: 49)

Ibnu Katsir dalam kitab “Tafsiirul Qur’anil ‘Azhiim” (2000: 520-521) menjelaskan bahwa al-Qur'an ini adalah ayat-ayat yang terang dan jelas yang menunjukkan kepada kebenaran, di dalamnya terkandung perintah, larangan, dan berita yang dijaga oleh para ulama. Allah telah memberikan kemudahan kepada mereka untuk membacanya, menghafalnya, dan menafsirkannya, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:

فَإِنَّمَا يَسَّرْنَاهُ بِلِسَانِكَ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

“Sesungguhnya Kami mudahkan al-Quran itu dengan bahasamu supaya mereka mendapat pelajaran.” (QS ad-Dukhan [44]: 58)

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآَنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ

“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS al-Qamar [54]: 17)

Dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

مَا مِنْ نَبِيٍّ إِلَّا وَقَدْ أُعْطِيَ مَا آمَنَ عَلَى مِثْلِهِ الْبَشَرُ وَإِنَّمَا كَانَ الَّذِي أُوتِيتُهُ وَحْيًا أَوْحَاهُ اللَّهُ إليَّ، فَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَكْثَرَهُمْ تَابِعًا

“Tidak ada seorang nabi pun melainkan diberikan kepadanya sesuatu yang serupa dengan apa yang diimani (dipercayai) oleh manusia (di masanya)dan sesungguhnya yang diberikan kepadaku hanyalah wahyu yang diturunkan Allah kepadaku, maka aku berharap semoga aku adalah yang paling banyak pengikutnya di antara mereka (para nabi).” (HR Bukhari)

Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna firman-Nya: بَلْ هُوَ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ  ialah bahwa sebenarnya pengetahuan yang menyatakan bahwa kamu tidak pernah membaca sebelumnya (al-Qur'an) sesuatu kitab pun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang telah dianugerahi ilmu dari kalangan Ahli Kitab. Pendapat ini dinukil oleh Ibnu Jarir dari Qatadah dan Ibnu Juraij sedangkan riwayat di atas hanya dinukil dari Al-Hasan Al-Basri. (Dalam kitab “Jaami’ul Bayaan ‘an Ta’wilil Qur’an”, Jilid 8, 2005: 6488)

Firman Allah Ta’ala: وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلا الظَّالِمُونَ bahwa tidak ada yang mengingkarinya dan tidak ada yang mengurangi haknya, serta yang menolaknya selain orang-orang yang berbuat aniaya, yakni orang-orang yang melampaui batas lagi angkuh; mereka yang mengetahui kebenaran, tetapi berpaling darinya, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:

إِنَّ الَّذِينَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ كَلِمَتُ رَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ وَلَوْ جَاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الْأَلِيمَ

“Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidaklah akan beriman meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih.” (QS Yunus [10]: 96-97)

            Ayat ini menerangkan dua keistimewaan al-Qur’an, yaitu ayat-ayatnya merupakan mukjizat yang berbicara dan ayat-ayatnya dihafalkan bukan hanya ditulis saja. (Hasbi Ashiddieqy dalam “Tafsir Al-Bayan”, 2012 : 402)

Tradisi menghafalkan al-Qur’an sudah di mulai sejak permulaan Islam. Setiap kali Rasulullah saw. menerima wahyu, maka beliau segera menggerakkan lisannya untuk meniru bacaan Jibril meski malaikat mulia itu belum menyelesaikan bacaannya. Beliau tak ingin kehilangan satu huruf pun dari kalamullah yang sampai kepadanya. Allah Ta’ala pun menegur beliau agar tidak tergesa-gesa, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ

“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) al-Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.”  (QS al-Qiyamah [75]: 16-18)

Lalu beliau menyampaikannya kepada para sahabat dan memerintahkan mereka untuk menghafal dan menuliskannya. Para sahabat sangat antusias untuk menerima al-Qur’an dari Rasulullah saw. Berbagai cara dilakukan, agar kemuliaan al-Qur’an tertambat ke dalam ingatannya, mulai dari mengulang ayat demi ayat, melantunkannya siang-malam, dan membacanya dalam setiap rakaat salat. Hal itu karena menghafal al-Qur’an merupakan suatu kehormatan bagi mereka. Anas r.a. mengatakan: “Seseorang di antara kami apabila telah membaca surah al-Baqarah dan ali-Imran, orang itu menjadi besar menurut pandangan kami.” Begitu pula mereka selalu berusaha mengamalkan al-Qur’an dan memahami hukum-hukumnya.

Diriwayatkan dari Abu Abdurrahman as-Sulami r.a., ia mengatakan: “Mereka yang membacakan al-Qur’an kepada kami, seperti Utsman bin Affan dan Abdullah bin Mas’ud serta yang lain menceritakan, bahwa mereka apabila belajar dari Nabi saw. sepuluh ayat, mereka tidak melanjutkannya sebelum mengamalkan ilmu dan amal yang ada di dalamnya. Mereka berkata: ‘Kami mempelajari al-Qur’an berikut ilmu dan amalnya sekaligus.’”

Menghafalkan al-Qur’an menjadi bagian penting dalam Islam. Banyak sekali dalil dan keterangan yang menunjukkan keutamaan dan keistimewaan para penghafal al-Qur’an, di antaranya sebagaimana yang diterima dari Abu Hurairah r.a., bahwasannya Rasulullah saw. bersabda:

يَجِىءُ الْقُرْآنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيَقُولُ يَا رَبِّ حَلِّهِ فَيُلْبَسُ تَاجَ الْكَرَامَةِ ثُمَّ يَقُولُ يَا رَبِّ زِدْهُ فَيُلْبَسُ حُلَّةَ الْكَرَامَةِ ثُمَّ يَقُولُ يَا رَبِّ ارْضَ عَنْهُ فَيَرْضَى عَنْهُ فَيُقَالُ لَهُ اقْرَأْ وَارْقَ وَتُزَادُ بِكُلِّ آيَةٍ حَسَنَةً

“Al-Quran akan datang pada hari kiamat, lalu dia berkata, ‘Ya Allah, pakaikanlah kepadanya perhiasan.’ Lalu, ia pun dipakaikan mahkota kemuliaan. al-Qur’an berkata lagi, ‘Ya Allah, tambahkanlah untuknya.’ Lalu ia pun dipakaikan perhiasan kemuliaan. Kemudian al-Qur’an berkata, ‘Ya Allah, ridhailah dirinya.’ Maka Allah-pun meridhainya. Lalu dikatakan kepada orang tersebut, ‘Bacalah dan naiklah’, dan akan ditambahkan satu kebaikan untuknya pada setiap ayat yang dibacanya.” (HR Tirmidzi)

Al-Mubarakafuri menerangkan, yakni dikatakan kepada ahli Qur’an, “Bacalah al-Qur’an dan naikilah tingkatan-tingkatan yang ada di Surga.”

Dari Jabir r.a., ia berkata, Rasulullah saw. telah bersabda:

الْقُرْآنُ مُشْفِعٌ ومَاحِلٌ مُصَدَّقٌ مَنْ جَعَلَهُ إِمَامَهُ قَادَهُ إِلَى الْجَنَّةِ وَمَنْ جَعَلَهُ خَلْفَ ظَهْرِهِ سَاقَهُ إِلَى النَّارِ

“Al-Qur’an akan memberi syafa’at dan ia merupakan lawan berdebat yang jujur. Barang siapa yang menjadikannya sebagai pemimpin, niscaya ia akan mengantarkannya ke dalam surga. Namun, barang siapa menjadikannya berada di belakang punggungnya (meninggalkannya), niscaya ia akan menggiringnya ke dalam neraka.”  (HR Ibnu Hibban)

Selain keutamaan-keutamaan di atas, para penghafal al-Qur’an juga diberikan berbagai kemuliaan, tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat. Rasulullah saw. sangat menghormati para penghafal al-Qur’an dan menempatkan mereka pada kedudukan tersendiri dan melebihkannya dari pada yang lain. Dalam salat misalnya, mereka lebih berhak diangkat menjadi imam. Demikian pula dalam perjalanan mereka paling berhak menjadi amir safar. Ketika wafat, maka jenazah mereka lebih dahulu dimasukkan ke liang lahat. Seperti yang terjadi saat perang Uhud di mana banyak para sahabat yang syahid. Maka, Rasulullah saw. memerintahkan agar yang lebih dahulu dimasukkan ke liang lahat adalah para penghafal al-Qur’an.

Dijelaskan dalam riwayat Imam Tirmidzi dan Imam Abu Daud bahwa derajat di surga tergantung seberapa banyak hafalannya di dunia. Bahkan disebutkan pula dalam riwayat Imam Ahmad bahwa para ahli Qur’an mereka adalah keluarga Allah dan pilihan-pilihan-Nya.

Sungguh mulia kedudukan para penghafal al-Qur’an. Melalui mereka, al-Qur’an terpelihara dari kesalahan-kesalahan dan terjaga dari usaha orang-orang yang sengaja ingin mengubahnya untuk menyesatkan umat Islam. Maka, peran para penghafal al-Qur’an sejak zaman Rasulullah saw. sampai sekarang bahkan sampai akhir zaman nanti sangat penting dalam melestarikan dan menjaga keaslian al-Qur’an.

Selain menghafal, yuk tunaikan juga infak Quran sebagai bekal amal jariah di sini

Tunaikan juga zakatnya di sini

Penulis: Hj. Gyan Puspa Lestari, Lc., M.Pd
Tags: #infakquran hafal quran hafizquran

Berita Lainnya

Mitra LAZ Persatuan Islam
WhatsApp