Kedudukan Zakat dalam Islam


Penulis: Hafidz Fuad Halimi
08 May 2024
Bagikan:
By: Hafidz Fuad Halimi
08 May 2024
640 kali dilihat

Bagikan:

A. Hukum dan Fungsi Zakat

Secara tegas, Rasulullah saw. menempatkan zakat sebagai salah satu Rukun Islam. Al-Quran senantiasa menunjukkan ibadah zakat sebagai sebuah pernyataan akan kebenaran dan kesucian iman. Selain itu, zakat juga merupakan bukti keimanan dan wujud rasa syukur, menghilangkan kemiskinan, menggugah etos kerja, dan penguji derajat kecintaan kepada Allah Swt.

Rasulullah saw. bersabda:

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

Islam dibangun di atas lima dasar; Mengikrarkan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji, dan shaum Ramadan.” (Muttafaq ‘Alaih)

Zakat adalah sebuah kewajiban individu yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim yang memiliki harta tertentu dan diambil oleh para petugas zakat. Perhatikan firman Allah Swt. berikut:

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. Dengan zakat itu, kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS at-Taubah [9]: 103)

Zakat adalah ibadah di bidang harta yang memiliki posisi dan kedudukan yang sangat penting dan strategis dalam meningkatkan kesejahteraan umat. Tujuannya, antara lain untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, pemenuhan kebutuhan ekonomi, kesehatan, dan lain sebagainya.

Zakat pun memiliki fungsi untuk mendorong kejujuran dalam melakukan kegiatan ekonomi. sabda Rasulullah saw.:

لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ

Sesungguhnya Allah tidak akan menerima shalat tanpa bersuci dan tidak pula menerima sedekah yang ada unsur tipu daya.” (HR Muslim)

Zakat juga bisa digunakan untuk mengoptimalkan kegiatan dakwah penegakan kalimat Allah. Sebagaimana firman Allah Swt.:

لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا ۗ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.” (QS al-Baqarah [2]: 273)

B. Ancaman untuk Penolak Zakat

Orang yang tidak mau mengeluarkan zakat, berarti ia telah mengkhianati keislaman dan keimanannya. Apalagi, zakat selain berdimansi ibadah mahdah, juga memiliki dimensi sosial karena zakat termasuk salah satu ibadah yang bersifat qadla’iy, yaitu ibadah yang jika tidak dilaksanakan akan ada hak orang lain yang terambil (hak mustahik).oleh karena itu, ancaman dan hukuman bagi orang yang tidak mengeluarkan zakat akan sangat berat, baik hukuman di dunia maupun di akhirat kelak.

Bagi mereka yang sudah kena kewajiban zakat tapi tidak mau membayarnya, maka siksa yang pedih akan mereka terima di akhirat kelak. Bahkan, ancaman Allah Swt. demikian kerasnya sebagaimana dalam firman-Nya:

وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ يَوْمَ يُحْمَىٰ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ ۖ هَٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ

Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung, dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS at-Taubah [9]: 34-35)

Allah mengancam keras terhadap orang yang meninggalkan kewajiban zakat dengan firmanNya:

وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَآءَاتَاهُمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَّهُمْ بَلْ هُوَ شَرُُّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَللهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرُُ

Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di lehernya kelak pada hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS Ali Imran, 3: 180)

Al Hafizh Ibnu Katsir berkata tentang dalam tafsir ayat ini, “Janganlah sekali-kali orang yang bakhil menyangka, bahwa dia mengumpulkan harta itu akan bermanfaat baginya. Bahkan hal itu akan membahayakannya dalam (urusan) agamanya, dan kemungkinan juga dalam (urusan) dunianya. Kemudian Allah memberitakan tentang tempat kembali hartanya pada hari kiamat, Dia berfirman,“Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di leher mereka, kelak pada hari kiamat”.” (Tafsir Ibnu Katsir, Surah Ali Imran ayat 180)

Al-Bukhari meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda:

مَنْ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهُ مُثِّلَ لَهُ مَالُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ لَهُ زَبِيبَتَانِ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ يَأْخُذُ بِلِهْزِمَتَيْهِ يَعْنِي بِشِدْقَيْهِ ثُمَّ يَقُولُ أَنَا مَالُكَ أَنَا كَنْزُكَ ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْاَيَةِ: (وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ ۖ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ ۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَة ...)

Siapa yang dikaruniai oleh Allah kekayaan tetapi tidak mengeluarkan zakatnya, maka pada hari Kiamat nanti ia akan didatangi oleh seekor ular jantan gundul yang sangat berbisa dan sangat menakutkan dengan dua bintik di atas kedua matanya, lalu melilit dan mamatuk lehernya sambil berteriak: ‘Saya adalah kekayaanmu. Saya adalah perhiasanmu yang kau timbun-timbun dahulu’. Lalu Nabi membaca ayat, ‘Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari Kiamat’.” (HR al-Bukhari)

Sabda Rasulullah saw.:

مَا مَنَعَ  قَوْمٌ الزَّكَاةَ إِلاَّ ابْتَلاَهُمُ اللَّهُ بِالسِّنِيْنَ

Golongan orang-orang yang tidak mengeluarkan zakat akan Allah timpakan kepada mereka kelaparan dan kemarau panjang.” (HR at-Thabrani)

وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنْ السَّمَاءِ وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا

Bila mereka tidak mengeluarkan zakat, berarti mereka menghambat hujan turun. Seandainya binatang tidak ada, pastilah mereka tidak akan diberi hujan.” (HR Ibnu Majah)

Dalam harta kita ada hak mustahik. Jika kita tidak mengeluarkan zakatnya, maka sama artinya kita mengambil harta yang menjadi hak mereka. Secara aplikatif, derajatnya sama dengan mereka yang melakukan korupsi karena mengambil harta yang bukan haknya. Di akhirat, sebagaimana dikemukakan pada keterangan sebelumnya, hukuman yang akan diterima oleh pengingkar zakat akan jauh lebih berat.

Bahkan, sepeninggal Rasulullah saw., Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq menganggap mereka yang meninggalkan zakat telah murtad. Implikasinya, Sang Khalifah tak segan memerang mereka yang enggan mambayar zakat. Mengenai hal tersebut, Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq menyerukan, “Demi Allah, aku akan memerangi mereka yang memisahkan antara shalat dan zakat“.

Pada kesempatan yang lain, Umar r.a. menyatakan: “Kekukuhan Abu Bakar itu membuatku yakin ia berpendapat demikian karena Allah Azza Wa Jalla telah meneguhkan hatinya untuk melakukan penyerangan. Kemudian akau pun sadar itulah yang benar.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dasar sikap Abu Bakar dan Umar bin Khattab termaktub dalam firman Allah Swt., yakni:

فَإِذَا انْسَلَخَ الْأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ ۚ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang.” (QS at-Taubah, 9: 5)

C.  Zakat dan Perwujudan Hidup Sosial

Jika kita memerhatikan dalil-dalil Qur’an dan Hadits Nabi saw., nyatalah bahwa zakat itu adalah perwujudan pembangunan kehidupan masyarakat dan bukan persoalan individu atas dasar kesadaran masing-masing. Zakat pun bukan sekadar berfungsi hanya sekedar menggugurkan kewajiban saja. Di dalam ibadah zakat, terdapat kan­dungan nilai-nilai pemaslahatan yang sangat penting dalam tatanan sosial masyarakat. Yang tak kalah pentingnya, hal yang sangat membahagiakan adalah ketika zakat mampu membuat seluruh masyarakat memiliki rasa persaudaraan yang tinggi.

Firman Allah Swt.:

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. Dengan zakat itu, kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS at-Taubah [9]: 103)

Dari ayat di atas, nyatalah bahwa kebaikan zakat itu bukan terhadap harta saja. Akan tetapi, kebaikan zakat pun tercurah kepada orang yang menunaikan zakat dan bukan terhadap perseorangan saja, tetapi terhadap masyarakat umum. Maka, makna ayat tersebut adalah bahwa zakat itu menyucikan masyarakat dan menyuburkannya. Zakat mengembangkan arti hidup bergotong royong. Zakat dapat memenuhi keperluan orang-orang yang berhutang, menyediakan tempat per­singgahan kepada orang-orang perantauan, membantu para mujahid (orang yang berjuang di jalan Allah), menolong dhuafa (orang-orang yang lemah), dan mengobati orang-orang yang sakit. Masyarakat dapat dilindungi dari bencana-bencana bermasyarakat dengan membasmi kepapaan dan penyakit. (Pedoman Zakat, 307)

Jika kita lihat sejarah pada masa awal Islam, niscaya kita dapati Nabi tidak memandang zakat itu sebagai kebaikan perseorangan. Akan tetapi, Nabi memandangnya sebagai perwujudan hidup bermasyarakat. Nabi mem­bentuk Baitul Maal (Badan/Lembaga Amil) untuk me­ngumpulkan zakat dan memberikannya kepada orang-orang yang berhak. Nabi pun menegaskan bahwa Baitul Maal itu harus mengambil zakat dari orang-orang kaya lalu memberikannya kepada orang-orang fakir dan tidak diserahkan atas dasar keinginan/kesadaran para pemilik harta. Sunah Rasulullah saw. itu kemudian diteruskan oleh para Khalifah. Bukankah Abu Bakar memerangi kaum yang tidak menunaikan zakat?

Satu-satunya ibadah yang ditetapkan petugasnya (amil) secara eksplisit adalah zakat. Di dalam al-Qur’an, Allah secara tegas menetapkan amil zakat sebagai salah satu mustahik yang bertugas menghimpun dan mengelola dana zakat. Rasulullah dan para khalifah mencontohkan bahwa zakat itu diambil secara paksa, tidak diserahkan kepada kesadaran dan kedermawanan masing-masing. Jika zakat itu hanya kebaikan individual, tentulah ditetapkan niat, syarat sahnya, dan tidak diambil secara paksa.

Hal yang disebutkan di atas adalah hikmah ideal dari ibadah zakat yang jika dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan contoh Rasulullah saw. akan terbentuk bangunan masyarakat Islam yang makmur dan sejahtera. Namun, kenyataan hari ini menunjukkan bahwa banyak orang Islam di Indonesia membayar zakat, namun kemiskinan pun tak kalah banyaknya. Maka perlu kiranya paradigma perzakatan yang selama ini diterapkan di Indonesia harus direkonstruksi. Kita bisa mencontoh negara-negara lain yang menjadikan zakat sebagai salah satu instrumen kenegaraan serta mewajibkan umat Islam di negerinya untuk membayar zakat. Dampaknya akan terwujud negeri yang makmur. Bahkan, Singapura yang bukan negara Islam pun memberikan keistimewaan bagi para pembayar zakat sehingga bisa mengurangi beban pajak.

Perintah membayar zakat dipaksakan atas umat oleh Allah sehingga secara langsung dan tidak langsung. Orang yang menunaikan zakat adalah golongan yang sangat berkontribusi dalam membangun dan menyejahterakan negara. Maka, zakat dengan berbagai fungsinya menjadi salah satu penyangga sistem ekonomi-sosial umat (khususnya) dan bangsa (umumnya).

Salah satu jalan yang terbuka dari zakat adalah membantu meningkatkan konsumsi warga negara yang kurang beruntung (fakir miskin). Perasaan ikut serta dalam proses pembangunan negara ini menjadi aura positif dalam tatanan hidup bermasyarakat yang aman dan tenteram. Melalui sistem relasi kaya-miskin yang dijembatani oleh lembaga zakat tersebut, bisa tercipta komitmen sosial alami untuk menciptakan kemanan dan ketertiban skala besar. Orang kaya menjaga perut orang miskin dan orang miskin menjaga harta orang kaya. Bisa dibayangkan, betapa kecilnya potensi kriminalitas jika konsep zakat sudah menjadi pilar dalam berbangsa dan bernegara.

Tanpa sistem sosial yang lahir dari zakat tersebut dan tanpa keinginan untuk berpartisipasi dari masyarakat, maka laju pertumbuhan ekonomi bangsa akan tertahan, atau bahkan akan terpuruk. Lebih jauhnya, keamanan negara pun akan terdampak dari terciptanya kesenjangan sosial yang terlalu melebar serta terlalu banyaknya harta yang tertahan di kelompok tertentu. Melalui distribusi zakat ini, permasalahan bangsa yang mendasar, yaitu kemiskinan dapat terkurangi atau bahkan hilang jika umat Islam dengan sendirinya sadar akan kewajiban zakatnya dan mampu menyempurnakannya dengan infak, sedekah, dan wakaf.

Yuk, hitung dan tunaikan zakatnya di sini: Link Bayar Zakat


Baca Juga:

Pengertian Zakat, Infak, dan Sedekah

Jenis-Jenis Zakat

Zakat dan Keadilan Sosial

Penulis: Hafidz Fuad Halimi
Tags: lazpersis berbagi zakat persis amal

Berita Lainnya

Mitra LAZ Persatuan Islam
WhatsApp