Rasulullah saw. diperintah Allah Swt. untuk membacakan cerita yang sebenarnya tentang dua putra Adam a.s yang berqurban; Qurban seorang dari mereka diterima sedangkan yang lainnya ditolak. Mengapa demikian? Mengapa amal yang dicontohkan itu Qurban? Penulis mencoba mengungkap alasan mengapa amal itu ditolak, apa syarat agar amal ibadah diterima, bagaimana Qurban yang memenuhi syarat, serta apa do’a yang dipanjatkan agar amal ibadah kita diterima.
Sebab Qurban Tidak Diterima
1. Tidak Beriman
Iman kepada Allah dan kepada rukun iman lainnya adalah syarat utama diterimanya suatu amal. Sebab, sebaik apapun amal seseorang, jika tidak beriman akan ditolak. Adalah kaum Quraisy yang merasa bangga dengan amalnya karena mereka memakmurkan Masjid Haram, memeliharanya, dan selalu melayani orang yang berhaji ke Baitullah sampai menyediakan minum dan keperluan lainnya. Tetapi, beriman kepada Allah dan hari akhir serta jihad fii Sabilillah lebih utama dari pada memelihara Masjid Haram. Kemudian Allah Swt. menurunkan ayat,
“Apakah (orang-orang) yang memberi minum jamaah yang mengerjakan haji dan mengurus Masjid Haram kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta bejihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” (Q.S. at-Taubah [9] : 19)
Tidak disebut amal saleh jika tidak beriman kepada Allah Swt. dan hari akhir. Amal-amal mereka akan sia-sia dan Allah Swt. selalu mensyaratkan bahwa amal saleh itu didasari dengan keimanan.
Amal orang kafir tidak bermanfaat sedikit pun bagi mereka di akhirat nanti. Firman Allah Swt.,
“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu ia tidak mendapatinya sesuatu apa pun dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya.” (Q.S. an-Nur [24]: 39)
“Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikit pun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” (Q.S. Ibrahim [14]: 18)
Orang-orang kafir beramal tidak didasarkan atas iman. Karena itu, tidaklah mendapatkan balasan dari Tuhan di akhirat walaupun di dunia mereka mengira akan mendapatkan balasan atas amalan mereka itu. Di akhirat nanti, amal-amal orang yang tidak beriman benar-benar hancur tak berarti apa-apa, sekalipun amalnya dinilai manusia mengungguli orang-orang yang beriman.
2. Bukan Muslim
Muslim artinya orang berserah diri kepada Allah. Ia menyerahklan segala urusan kepada Allah, rela diatur dengan syariat Islam, tidak mengharapkan agama lain, tidak membuat undang-undang yang bertentangan dengan syariat. Siapa yang tidak menjadikan syariat Islam sebagai undang-undang, amalnya tidak akan diterima. Firman Allah Swt., “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan ia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (Q.S. Ali Imran [3]: 85)
3. Riya, Beramal Tidak Karena Allah
Ikhlash (ikhlas) artinya murni tanpa campuran. Orang yang ikhlas disebut mukhlish, mereka adalah orang yang beribadah hanya mengharapkan keridlaan Allah, ada makhluk lain atau tidak, ia tetap beribadah. Dicaci, dimaki, atau pun disiksa, ia tetap taat menjalankan perintah Allah Swt. Maksudnya, kalau beribadah harus murni kepada Allah dan jangan ada campuran pengaruh dari makhluk sedikit pun.
Kebalikan ikhlas adalah riya dan orangnya disebut muraaiy. Riya ialah melakukan sesuatu amal perbuatan tidak untuk mencari keridlaan Allah. Riya dilakukan mencari pujian atau kemasyhuran di masyarakat. Muraaiy tidak akan mendapat manfaat di dunia dari ibadah dan usahanya serta ia pun tidak akan mendapat pahala di akhirat.
Riya termasuk syirik kecil karena selain ibadahnya karena Allah, orang yang melakukannya pun ingin mendapat pujian dan penilaian positif dari makhluk (orang lain), terlepas apakah makhluk itu memujinya atau bahkan mencelanya, ia tetap disebut muraaiy. Ikhlas dan riya adalah amal hati dan tidak ada yang mengetahui hati seseorang selain Allah Yang Maha Mengetahui. Orang yang terlihat sedang melaksanakan shalat belum tentu shalatnya menjadi amal saleh yang diterima Allah sekali pun bacaannya benar dan gerakannya sesuai sunnah jika dalam hatinya ada riya (tidak ikhlas). Firman Allah Swt, “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dalam shalatnya, orang-orang yang berbuat riya.” (Q.S. al-Ma’un [107]: 4-6)
Amal ibadah muraaiy tidak akan diterima Allah. Allah tidak akan membalasnya dengan pahala karena pahalanya sudah ia dapatkan di dunia, yakni dari orang-orang yang ia harapkan berupa pujian dan kesenangan dunia. Firman Allah Swt., “Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan”. (Q.S. Hud [11]: 15-16)
Beramal menghidari riya bukan berarti kita harus sembunyi dan menjauhkan diri dari orang lain. Ada beberapa ibadah yang harus diketahui orang lain sebagai syiar Islam, seperti mengeraskan kalimat adzan, takbir, kalimat aamiin dalam shalat, atau ibadah nafsiyah, seperti shalat berjamaah.
Qurban dan haji termasuk ibadah syi’ar Islam yang harus disaksikan oleh banyak orang dan menjadi daya tarik dakwah bagi orang lain. Namun, tetap harus dijaga keikhlasannya. Firman Allah Swt.,
“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang telah Allah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Karena itu, makanlah sebagian dari padanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (Q.S. al-Hajj [22]: 28)
Hari yang ditentukan adalah pada musim haji tanggal 10-13 Dzulhijjah. Binatang ternak yang dimaksud adalah unta, sapi, biri-biri, dan sejenisnya yang diqurbankan pada tanggal-tanggal di atas.
Pada surah al-Kautsar (Surah ke-108), ada dua ibadah yang disyariatkan, yakni shalat dan kurban. Firman Allah Swt.,
إِنَّآ أَعۡطَيۡنَٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ ١ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ ٢ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ ٣
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Karena itu, dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu ialah yang terputus.”
Kata LIRABBIKA (karena Tuhanmu) terletak setelah FASHALLI (karena itu shalatlah) didahulukan sebelum kata WANHAR (dan berkurbanlah). Taqdim dan ta’khir (mengakhirkan) menunjukkan bahwa sebelum kurban harus benar-benar ikhlas karena Allah. Jika shalat seseorang batal, harus diulangi lagi dan hal itu mudah sekali. Tetapi, jika Qurbannya batal, untuk mengulanginya memerlukan pengorbanan harta yang tidak sedikit, waktunya juga terbatas, maka rugilah ia.
4. Bertentangan dengan Syariat
Qurban dengan menyembelih hewan atau menyajikan makanan bagi tuhan yang disembah ada pada tiap agama dan kepercayaan. Di zaman modern pun, keyakinan harus berkurban bagi makhluk tertentu masih ada. Kita mengenal kata parepeh atau tumbal, bahkan darah bela sungkawa, misalnya ketika hendak menyunat anak, secara bersamaan menyembelih ayam supaya berkurang rasa sakitnya.
Walaupun pada saat menyembelihnya menyebut nama Allah atau membaca “Bismillah” tetapi tujuannya untuk dipersembahkan kepada berhala atau sembahan. Biasanya, kepala hewan itu dikubur bersama batu pondasi atau diceburkan ke laut sedang dagingnya dimakan dalam acara pesta. Perbuatan itu termasuk syirik dan dagingnya haram.
5. Tidak Sesuai dengan Sunah Rasul saw.
Allah Swt. telah menjadikan Nabi Muhammad saw. sebagai uswatun hasanah (teladan yang baik) bagi umat Islam. Bahkan, mengikuti Rasulullah saw. dijadikan syarat mutlak sebagai tanda mencintai Allah Swt. Orang yang taat kepada Rasulullah saw. artinya mengikuti sunnahnya, amalnya akan diterima, dan ia berhak untuk masuk surga. Sebaliknya, orang yang beribadah dengan tidak mencontoh Nabi saw., berarti ia menolak masuk surga.
Berniat baik saja belum cukup jika tidak mengikuti sunah Rasulullah saw. Rasulullah saw. mengemukakan kriteria hewan yang layak diqurbankan. Jenis hewan yang diqurbankan adalah kambing, sapi, unta, atau yang dikiaskan kepada ternak tersebut. Hewan-hewan kurban itu harus mulus, sehat, banyak dagingnya, dan bukan sekedar mengalirkan darah.
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ يَطَأُ فِى سَوَادٍ وَيَبْرُكُ فِى سَوَادٍ وَيَنْظُرُ فِى سَوَادٍ فَأُتِىَ بِهِ لِيُضَحِّىَ بِهِ فَقَالَ لَهَا « يَا عَائِشَةُ هَلُمِّى الْمُدْيَةَ »
Dari Aisyah r.a., bahwa Rasulullah saw. menyuruh dibawakan kambing yang putih, di atas kukunya hitam, lututnya hitam, sekitar matanya hitam. Kemudian dibawakannya untuk diqurbankan. Kemudian, kata beliau saw., "Ya Aisyah, kemarikan pisau". (H.R. Muslim)
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يُضَحِّى بِكَبْشٍ أَقْرَنَ فَحِيلٍ يَنْظُرُ فِى سَوَادٍ وَيَأْكُلُ فِى سَوَادٍ وَيَمْشِى فِى سَوَادٍ.
Dari Abi Said r.a., katanya, “Adalah Rasuullah saw. berkurban dengan kambing bertanduk (jantan) yang indah dipandang, sekitar matanya hitam, sekitar mulutnya hitam, dan sekitar kukunya hitam. (H.R. Abu Daud)
Menurut pandangan orang Arab, kambing putih itu lebih disukai dari pada warna lain dan dikatakan elok bila sekitar mata, lutut, mulut, dan kukunya berwarna hitam. Tetapi, hal ini tidak menjadi syarat karena hadits di atas menunjukkan bahwa berqurban itu harus dengan harta yang disukai.
Rasulullah saw. mengemukakan syarat ternak yang akan dikurbankan, yakni:
وَعَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : {أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَنْ نَسْتَشْرِفَ الْعَيْنَ وَالْأُذُنَ، وَلَا نُضَحِّيَ بِعَوْرَاءَ، وَلَا مُقَابَلَةٍ وَلَا مُدَابَرَةٍ، وَلَا خَرْقَاءَ، وَلَا ثَرْمَاءَ} أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَالْأَرْبَعَةُ، وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ
Dari Ali r.a., katanya, "Rasulullah saw. menyuruh kami agar memperhatikan mata dan telinga udlhiyah; agar kita tidak menyembelih yang buta, yang digunting telinga bagian ujungnya dan dibiarkan terkulai, juga yang digunting bagian belakang telinganya, yang terbelah telinganya atau berlubang daun, dan yang ompong gigi depannya”. (H.R. Ahmad, Imam yang empat. Kata at-Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan al-Hakim, hadits ini sahih)
Biasanya, orang Arab memberi tanda ternak miliknya dengan menggunting atau melubangi telinganya supaya tidak tertukar dengan milik orang lain waktu menggembalanya di padang rumput milik umum. Adapun yang tidak diberi tanda adalah yang ditempatkan di kandang atau yang diurus secara khusus.
وَعَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : {قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فَقَالَ: أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي الضَّحَايَا : الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا ، وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ضَلْعُهَا ، وَالْكَبِيرَةُ الَّتِي لَا تُنْقِي } رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالْأَرْبَعَةُ ، وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ حِبَّانَ .
Dari al-Barra bin 'Azib r.a., katanya, Rasulullah saw. berdiri di tengah-tengah kami seraya bersabda, "Empat ciri yang tidak boleh ada pada dlahaya (hewan qurban); buta yang jelas butanya, sakit yang terlihat sakitnya, pincang yang tampak saat berjalannya, dan binatang tua yang tidak bersumsum." (H.R. al-khamsah, Imam at-Tirmidzi dan Ibnu Hibban menyatakan sahih)
وَعَنْ جَابِرٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: {لَا تَذْبَحُوا إلَّا مُسِنَّةً، إلَّا إنْ تَعَسَّرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنْ الضَّأْنِ} رَوَاهُ مُسْلِمٌ وأبو داود
Dari Jabir r.a., katanya, Rasulullah saw. bersabda, "Kamu jangan menyembelih kecuali yang musinnah. Kecuali jika susah mendapatkannya, sembelihlah yang jadza'ah dari kambing". (H.R. Muslim dan Abu Daud)
Kata Ibnu al-Malik, al-Musinnah ialah yang sudah cukup umur. Jika pada unta yang berusia lima tahun masuk enam tahun, kalau sapi yang berumur dua tahun menjelang masuk tahun ketiga, adapun pada kambing yang sudah berumur satu tahun. (Aunul Ma'bud)
Dalam mengartikan jadza'ah, para ulama pun berbeda pendapat. Tetapi, pada umumnya mereka berpendapat bahwa jadza'ah itu usia ternak sebelum masuk musinnah, misalnya kambing yang berusia enam bulan sebelum masuk satu tahun.
Pada zaman Rasulullah saw. pernah terjadi kurban seseorang tidak memenuhi syarat:
صَلَّى النَّبِيُّ ﷺ يَوْمَ النَّحْرِ ثُمَّ خَطَبَ ثُمَّ ذَبَحَ فَقَالَ مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيَذْبَحْ أُخْرَى مَكَانَهَا ، وَمَنْ لَمْ يَذْبَحْ فَلْيَذْبَحْ بِاسْمِ اللهِ.
Nabi saw. shalat pada hari Nahar (Idul Adha), kemudian beliau berkhutbah, lalu beliau menyembelih. Sabdanya, “Siapa yang menyembelih sebelum shalat, hendaklah ia menyembelih lagi kambing penggantinya. Siapa yang belum menyembelih, hendaklah ia menyembelih dengan Nama Allah. (H.R. al-Bukhari dari al-Aswad bin Jundab)
6. Tidak Bertakwa
Firman Allah Swt., ”Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan Qurban. Kemudian diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (Qurban) dari orang-orang yang bertakwa". (Q.S. al-Maidah [5]: 27)
Pada ayat di atas, Allah Swt. mengungkapkan kata “bilhaq”, artinya dengan sesungguhnya. Karena banyak tersebar tentang cerita dua putra Adam ini yang tidak sesuai dengan kenyataan, terutama dari kalangan Bani Israil. Sebab itu, pada asalnya cerita ini ditujukan kepada mereka. Qabil dan Habil mengurbankan jenis yang sama (kambing), sama besarnya, sama kualitasnya, dan dengan cara yang sama pula. Tetapi mengapa Allah tidak menerima pengurbanan Qabil.
Selanjutnya terjadilah pembunuhan pertama dalam sejarah manusia yang dilakukan oleh Qabil karena ia tidak senang kurbannya tidak diterima. Ia menuduh bahwa ayahnya, Adam berlaku tidak adil terhadap dirinya dan sengaja lebih berpihak kepada adiknya sehingga ia mengancam hendak membunuh Habil. Habil menjelaskan bahwa diterima tidaknya kurban seseorang itu tergantung niat dan keikhlasannya. Tidak diukur dengan jumlah harganya, besar badannya, berat timbangannya, dan mulus tidaknya. Allah hanya memandang ketakwaan yang mendorong amal. “Sesungguhnya Allah hanya menerima kurban dari orang-orang yang bertakwa.”
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah. Tetapi, ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. al-Hajj [22]: 37)
Kedua ayat di atas memberi pengajaran bahwa yang dinilai Allah dalam setiap amal adalah ikhlasnya di samping pemenuhan syarat yang lain. Biasanya, ada sebagian umat Islam yang merasa bangga karena kambingnya mulus atau sapinya gemuk. Ia berqurban ingin dipuji orang atau disebut kaya dan dermawan. Orang semacam itu sedekahnya batal, pahalanya hanya sekedar pujian dan sanjungan, itu pun bila ada orang yang menanggapinya. Selebihnya, di sisi Allah ia tidak mendapat apa-apa.
7. Tidak Berdo’a
Rasulullah saw. ketika akan menyembelih Qurban, beliau saw. berdo’a,
«بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ»
“Dengan nama Allah, Ya Allah, terimalah dari Muhammad, dan keluarga Muhammad, dan umat Muhammad.” (H.R. Muslim)
Yuk, tunaikan Ibadah Qurban untuk saudara di berbagai pelosok negeri dengan cara klik link ini: Daftar Qurban 2024
Sahabat pun bisa menunaikan Sedekah Qurban di link ini: Link Sedekah Qurban
Baca Juga:
Program Qurban Super Barokah (QSB): Menjaga Amanat Syariat dan Melipatgandakan Nilai Manfaat
Penulis: K.H. M. Rahmat Najieb
Tags:
amal
ibadah
iduladha
kurban
daging qurban