Sungguh mengagumkan menjadi seorang muslim, memiliki kepribadian yang luar biasa dan hati yang kaya. Al-Qur'an dan hadis menerangkan bagaimana sikap seorang muslim itu seharusnya.
Islam mengajarkan pemeluknya cara dia bersikap dari bangun tidur hingga kembali tidur. Geraknya tidak terlepas dari do'a dan panduan interaksi yang baik.
Itulah Islam yang senantiasa mengajarkan keseimbangan antara gerak fisik dan spiritualnya. Contohnya saja ketika makan, seorang muslim tidak sekedar kenyang perutnya tapi juga seimbang dengan cara dia bersyukur atas apa yang diperolehnya sehingga menjadikan dia sosok yang bahagia.
Selain bersyukur ketika mendapatkan kemudahan sehingga menjadi baik baginya, seorang muslim yang beriman pun diberi kabar ketika mendapat musibah lalu dia bersabar, maka akan tercatat baik baginya pula. Sebagaimana Sabda Nabi saw.:
“Sungguh ajaib (hebat) setiap urusan seorang mukmin itu, sebab sungguh semua urusannya baik dan itu tidak dimiliki seorang pun selain orang mukmin. Bila tertimpa kesenangan, ia bersyukur dan syukur itu baik baginya. Dan, bila tertimpa musibah, ia bersabar dan sabar itu baik baginya.” (Shahih Muslim kitab az-Zuhd war-Raqa ‘Iq bab al-Mu’min Amruhu Kulluhu Khairun No. 7692, dalam Syarah Hadist ar-Risalah: 342)
Musibah yang menimpa seseorang, seperti terjadinya bencana alam, pandemi, sakitnya anak/orang tua, kehilangan harta dan lain-lain merupakan kejadian yang telah tercatat.
Semua atas kehendak Allahu Rabus Samawati wal Ardh. Maka, tiada kunci untuk menghadapi semuanya selain sabar karena akan mendatangkan berbagai hikmah.
Jika sebuah musibah/hal yang tidak diingankan terjadi padanya, lalu dia bersikap uring-uringan, marah, dan tidak rela, maka haya akan mendatangkan kesengsaraan, dosa, bahkan dapat menimbulkan sakit.
Namun jika sabar, ia akan mendapatkan pahala dan ketenangan sehingga dia dapat mengambil hikmah dari musibah tersebut dengan baik dan terhindar dari penyakit mental.
Walau kita ketahui, banyak orang berpendapat bahwa sabar itu tidak semudah yang diucapkan, perlu kerja keras dan harus dilatih.
Inilah keistimewaan dalam Islam yang saya maksud, bagaimana kita senantiasa dituntut untuk yakin atas kehadiran Allah Yang Maha segalanya, Maha Pengatur Alam Raya, dan kita dituntut untuk tetap berikhtiar (sabar) dengan jalan yang benar.
Ini tak ubahnya mendidik kita mejadi cerdas akal juga cerdas hati dan tidak ada pembimbing sejati selain Rabbul Izzati.
Dunia pernah berada dalam keadaan sakit, bayak orang terpapar virus Covid-19 yang bermula di Wuhan Cina. Seraya tidak akan terjadi di Indonesia, pada bulan Maret akhirnya Indonesia pun mengabarkan bahwa warganya positif terinfeksi Covid-19.
Artinya, wabah ini sudah sampai ke tanah Nusantara. Sungguh kejadian yang tidak pernah diduga sebelumnya.
Kejadian berjuta hikmah, manusia dipaksa untuk berubah, merubah kebiasaannya sehari-hari.
Ada yang kemudian dapat memukul diri untuk berubah namun ada pula yang merasa terpukul sehingga diam di tempat dan tidak berubah atau yang lebih parah adalah bukan berubah bergerak maju namun berlari ke belakang. Siapa saja mereka?
Mereka yang memukul diri sehingga dapat bergerak maju adalah mereka yang sabar, sabar untuk berpikir, bergerak, belajar keras, dan beradaptasi dengan keadaan, tidak berkeluh kesah, bersikap optimis, dan senantiasa yakin.
Mereka yang terpukul adalah yang menunggu keadaan berubah, menyerah pada keadaan, dan merasa tidak percaya diri atas kemampuan. Dan yang tak boleh ada pada diri adalah mereka yang bukan hanya mundur, tapi bisa jadi lari ke belakang, rasa pesimis, amarah, sikap menyalahkan pada orang lain sehingga bukan hanya dirinya yang tidak mampu berubah, tetapi bisa pula menularkan vibrasi negatifnya tersebut kepada orang lain di sekitarnya.
Di mana kesabaran bukan bagian dari kunci dalam kehidupannya, ini suatu yang bahaya. Secara sederhana, mungkin kita dapat memprediksi golongan mana yang akan survive.
Bukan hanya Indonesia, tetapi negara-negara di belahan dunia saat itu sedang mengalami krisis, disebabkan banyak warganya yang terpapar virus.
Kondisi ini berdampak pada berbagai sektor, seperti ekonomi, pendidikan, dan yang sudah pasti adalah kesehatan, baik itu kesehatan secara fisik maupun mental.
Sebagai contoh, seorang menteri keuangan di negara bagian Hesse, Jerman dia memilih untuk mengakhiri hidupnya karena sangat mengkhawatirkan dampak ekonomi dari pandemi Covid-19.
Tak mudah menghadapi kondisi saat ini jika diri tidak ditopang oleh penyangga yang benar-benar kuat.
Jika merujuk pada surat al-Baqarah ayat 155-156,
وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ, اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ
“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, ‘Sesungguhnya kami ini kepunyaan Allah dan hanya kepada-Nya kami akan kembali.’” (Q.S. al-Baqarah [2]: 155-156)
Dalam ayat tersebut diajarkan bahwa orang yang terkena musibah itu harus berbahagia. Jika masih sulit bahagia, maka orang-orang yang di sekelilingnya harus membahagiakannya dan menghiburnya, sampai ia benar-benar bahagia.
Hal ini tidak keliru, sebagaimana tercantum pada ayat selanjutnya yakni orang yang mendapat musibah itu hakikatnya akan mendapatkan tiga keutamaan yang tidak didapatkan oleh orang yang tidak mendapat musibah.
Pertama, mendapat keberkahan dan kesejahteraan yang sempurna (shalawat) dari Allah; kedua, mendapat rahmat dari Allah yang wujud konkritnya diampuni dosa dan jaminan pasti masuk surga; dan ketiga, selama hidupnya akan senantiasa mendapatkan petunjuk untuk senantiasa menempuh jalan kebenaran (Syarief, N, 2017:38). Namun tentu dengan syarat, yakni jika dijalani dengan sabar.
Dalam Syarah Hadits ar-Risalah (20011: 340-341) disebutkan bahwa Sabar menurut Imam ar-Raghib, yaitu bertahan dalam keadaan terdesak. Sedangkan ajaran sabar dalam al-Qur’an mencakup dua, yaitu sabar ketika mendapatkan musibah atau sesuatu yang tidak diinginkan dan sabar dalam mempertahankan haq.
Jika meminjam perktaan al-Ustadz Eka Permana bahwa sabar itu bukan diam, tapi melakukan seuatu dengan benar.
Sabar bukanlah sekedar kata mutiara di antara derasnya cobaan. Tapi, sabar merupakan perintah langsung dari Allah Swt. sebagai salah satu kunci keberhasilan dalam mengarungi kehidupan.
Allah menjanjikan setelah datangnya musibah/kesulitan, maka akan datang kemudahan.
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Q.S. al-Inssyirah [94]: 5-6)
Dua kali disebutkan bahwa setelah kesulitan itu ada kemudahan, di sana Allah meyakinkan kita bahwa setelah adanya kesulitan, maka akan ada kemudahan sehingga memberi pelajaran bagi kita untuk tetap membangun rasa optimisme, besar hati, dan tentunya yakin akan pertolongan Allah
Namun, kembali lagi jika kesulitan itu dijalani dengan sabar, dengan penuh penyadaran atas diri yang lemah, penuh dosa, yang membutuhkan pertolongan dari Allah Swt. dan tentunya dibarengi dengan aksi-aksi yang benar dan nyata, kita akhirnya dapat menemui kemudahan tersebut.
Sabar yang disertai tawakal, sebagaimana yang telah diajarkan Nabi saw. kepada Ibn ‘Abbas (yang saat itu masih berusia remaja):
“Wahai anak muda, perhatikan, aku akan mengajarimu beberapa kalimat yang bermanfaat, Kata Ibn Abbas, ‘Baik’. Nabi saw. bersabda: ‘Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau mendapati-Nya di hadapanmu. Ingatlah dia di waktu lapang, niscaya Dia akan ingat kepadamu di waktu sempit. Jika engkau meminta, maka mintalah kepada Allah, dan jika engkau memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan kepada Allah. Telah kering pena dengan apa yang terjadi. Seandainya seluruh makhluk hendak memberi manfaat kepadamu dengan sesuatu yang Allah tidak menetapkan padamu, niscaya mereka tidak akan mampu memberikan manfaat kepadamu. Dan seandainya mereka hendak mencelakakan dirimu dengan sesuatu yang Allah tidak menetapkan padamu, niscaya mereka tidak akan mampu mencelakakanmu. Dan ketahuilah bahwa di dalam kesabaran ketika menghadapi hal yang engkau benci terdapat banyak kebaikan, bahwa pertolongan itu datang setelah kesabaran, kelapangan itu datang setelah kesempitan, dan kemudahan itu datang setelah kesulitan’.” (Musnad Ahmad bab Hadits Ibn ‘Abbas No. 2804 dalam Menuju Islam Kaffah bagian 3: 51)
Maka dengan demikian, agar kita tetap sabar juga tawakal adalah dengan menjaga Allah dan senantiasa memohon pertolongan kepada Allah Swt. Para ulama hadis menjelaskan makna dari “menjaga Allah” adalah menjaga syari’at-Nya, aturan-Nya, perintah dan larangan-Nya, menjaga sepenuhnya agar tidak ada syari’at yang terlewatkan, aturan yang tidak dipatuhi, perintah yang tidak dipenuhi, dan larangan yang dilanggar. (Syarief, N, 2019: 54)
Semoga kita termasuk kepada orang-orang yang sabar dalam menjalani hidup ini, sabar dalam menghadapi pandemi saat ini, dan senantiasa sabar dalam ketaatan kepada Rabb-Nya.
Ketika semua disandarkan atas nama Allah maka segenap keyakinan dan ketenangan akan meliputi diri sehingga menghadirkan pribadi yang bahagia, sehat fisik dan juga mental.
Wallahu ‘Alam bish Shawab
Yuk, dukung pendidikan anak Indonesia melalui lini ini: Infak Pendidikan Anak Indonesia
Bagi yang ingin berbagi dengan sesama di Program Berkah Ramadhan, bisa melalui link ini: Infak Berkah Ramadhan
Jika hendak menunaikan zakat, bisa langsung melalui link ini: Link Konsultasi & Bayar Zakat
Baca Juga:
Bagaimana Mengatasi Stes Pada Kehamilan?
Pendidikan Anak, Kewajiban Siapa? (2)
Indahnya Doa Malaikat bagi Manusia yang Bertobat
Penulis: Inna Hanafiah, S.Pd
Tags:
lazpersis
islam
pendidikan
artikel islam
keluarga